Filsafat Sejarah
Februari 15, 2016
Add Comment
Istilah filsafah dan teori sejarah
Pada awalnya di negeri belanda biasanya di pergunakan istilah filsafat sejarah sedangkan di ingris, jerman, dan di prancis di pakai padanan istilah filsahat sejarah. Hanya di jerman istilahnya “Theoretische Geschichte” atau “theorie der geschihtswissenschaft” yang agak di sukai juga.
Namun untuk menyusuaikan dengan logat ilmiah internasioanal lalu melepas istilah pemakaian teori sejarah atau sejarah teoritis karena pemakaian ini sering membuat salah faham.pada tahun 1893-1962 teori sejarah sudh di perkenalkan oleh kuypers, namun istilah inni baru diketahui oleh ahli sejarah Prof. J.M. ROIEM yang membedakan antara sejarah teoritis atau teori sejarah dengan filsahat sejarah dalam arti pengkajian sejarah sendiri.
Menurut roem teori sejarah di betri tugas untuk mengkaji teori – teori sejarah, konsep-konsep yang memungkinkan seseorang ahli sejrah nmengadakan integrasi terhadap semua pandangan fragmentrasi mengenai masa silam seperti dikembangkan oleh macam – macam spesialisai di ilmu sejarah adapun tugas teori sejarah menyusun kembali kepingan kepingan mengenai masa sila sehingga kita dapat mengenali wajahnya.
Ketiga unsur sejarah filafat sejarah
Filsafat sejarah sendiri terdiri dari tiga unsur yang masing – masing saling berhubungan dan berdasarkan permasalahnnya. Pertama penelitian yang di lakukan oleh filsafat sejarah yang bersifat deskriptif; intinya adalah dapat melihat suatu evolusi dari abad keabad dengan cara para alhi mengambarkan masa silam dan juga dengan penilisan historiografi. Dan historiografi
Ke dua unsur lain yang dasari sstem filsafat adalah berasal dari kedua arti yang dapat di berikan kepada kata sejarah itu sendiri filsafat sejarah spekulatif berdasarkan arti pertama seoramg filsafat sejarah adalah memandang arus sejarah faktual dalam keseluruhan dan berusaha untuk menemukan sesuatu struktur dasar .
Lalu ada filsafat sejarah yang kritis berdasarkan sejarah memi;iki arti kedua kata sejarah dan meneliti sebagai obyeknya bagaimana masa silam di lukiskan dan digambarkan. Seorang filsafat sejarah kritis meneliti saran – saran yang di pergunakan seseorang ahli sejraah dalam melukiskan masa silam dengan cara dapat di pertanggungjawabkan. Namun sering pula di jumpai dengan istilah filsafat namun lalu dapat menimbulkan kesan seolah – olah sejarah filsafat seperti berdasarkan prinsip filsafat analisis.
Apa yang dapat di harapkan dari filsafat sejarah ?
Dibagi menjadi tiga tahap yang pertama adalah tahap ilmu-ilmu pendukung dapat digunakan bila ingin menentukan apa yang terjadi pada masa silam. Ilmu npendukung sejarah dapat menentukan ilmu pendukung sejarah-memungkinkan ahli sejarah membaca dengan tepat sebuah peninggalan lalu menentukan bebebrapa fakta dari masa silam dengan menggunakan ilmu pendukung lainnya.
Tahapkedua menyangkut tentang penulisan sejarah tu sendiri disini menggunakan kerangka yang penuh dengan arti lalu di gabngkan dari kerangka menjadi sebuah buku sejarah harus mengunakan beberapa kaidah dan pedoman yang menjamin sebuah penyusunan fakta itu menghasilkan sebuah penfsiran mengenai masa silam yang dapat dimengerti atau sekurangnya pada prinsip yang di perlukan dan dapat di pertahankan.
Tahap ketiga langsung berkaitan pada filsafat sejarah khususnya yang kritis yang dipermasalahkan ialah sejauhmana, kaidah dan pedoman yang disinggung dapat di pertimbangkan dan di benarkan oleh alhi sejarah mengolah fakta-fakta yang telah di temukan untuk mrnggambarkan masa silam .
Manfaat filsafat sejarah
Pertama – taman dikatakan sejarah sebagai pengetahuan mengenai filsafat sejarah mempertajam kepekaan seorang kritis seorang peneliti sejarah. Pada tahun 1971 D.H. Fischer seorang filsafat sejarah penah menulis sebuah buku yang berjudul historian fallaceis yang menulis tentang kepincangan dalam penalaran secara sistematik.
Dapat membedakan antara cabang-cabang ilmu pengetahuan yang berjalan dengan lancar dan ilmu – ilmu yang selalu menimbukan kesan bahwa suatu yang tidak beres. Dengan dilatar belakangi filsafat sejarah seseorang peneliti lebih mampu mengadakan seuatu penilaian pribadi mengenai keadaan pengkajian sejarah pada suatu saat tertentu, filsafat sejarah tidak mengajarkan bagai mana pengkajian sejarah harus dilakukan, akan tetapi filsafat sjarah dapat menawarkan pengertian mengenai untung ruginya berbagai pendekatan terhadap masa silam dan menjadikan kita waspada terhadap pendapat pendapat keliru terhadap tugas dan tujuan pengkajian sejarah.
Apakah Filsafat Sejarah Spekulatif Itu?
Filsafat sejarah mencari struktur dalam keseluruhannya dan sejarah dalam salah satu filsafat sejarah spekulatif tertentu salah satu permasalahan di tonjolkan di atas yang lain .pengetahuan berdasarkan pada pengalaman dan pengamatan terhadap kenyataan di sebut pengetahuan aposteriori. Dan pengetahuan yang tidak langsung berdasarkan pengalaman atau menahuluinya (apriori) dalam ilu biasanya berurusan dengan pengetahuan tetapi dalam logika mateatika dan logika formall kita menggunakan pengetahiuan apriori.
Pada awalnya di negeri belanda biasanya di pergunakan istilah filsafat sejarah sedangkan di ingris, jerman, dan di prancis di pakai padanan istilah filsahat sejarah. Hanya di jerman istilahnya “Theoretische Geschichte” atau “theorie der geschihtswissenschaft” yang agak di sukai juga.
Namun untuk menyusuaikan dengan logat ilmiah internasioanal lalu melepas istilah pemakaian teori sejarah atau sejarah teoritis karena pemakaian ini sering membuat salah faham.pada tahun 1893-1962 teori sejarah sudh di perkenalkan oleh kuypers, namun istilah inni baru diketahui oleh ahli sejarah Prof. J.M. ROIEM yang membedakan antara sejarah teoritis atau teori sejarah dengan filsahat sejarah dalam arti pengkajian sejarah sendiri.
Menurut roem teori sejarah di betri tugas untuk mengkaji teori – teori sejarah, konsep-konsep yang memungkinkan seseorang ahli sejrah nmengadakan integrasi terhadap semua pandangan fragmentrasi mengenai masa silam seperti dikembangkan oleh macam – macam spesialisai di ilmu sejarah adapun tugas teori sejarah menyusun kembali kepingan kepingan mengenai masa sila sehingga kita dapat mengenali wajahnya.
Ketiga unsur sejarah filafat sejarah
Filsafat sejarah sendiri terdiri dari tiga unsur yang masing – masing saling berhubungan dan berdasarkan permasalahnnya. Pertama penelitian yang di lakukan oleh filsafat sejarah yang bersifat deskriptif; intinya adalah dapat melihat suatu evolusi dari abad keabad dengan cara para alhi mengambarkan masa silam dan juga dengan penilisan historiografi. Dan historiografi
Ke dua unsur lain yang dasari sstem filsafat adalah berasal dari kedua arti yang dapat di berikan kepada kata sejarah itu sendiri filsafat sejarah spekulatif berdasarkan arti pertama seoramg filsafat sejarah adalah memandang arus sejarah faktual dalam keseluruhan dan berusaha untuk menemukan sesuatu struktur dasar .
Lalu ada filsafat sejarah yang kritis berdasarkan sejarah memi;iki arti kedua kata sejarah dan meneliti sebagai obyeknya bagaimana masa silam di lukiskan dan digambarkan. Seorang filsafat sejarah kritis meneliti saran – saran yang di pergunakan seseorang ahli sejraah dalam melukiskan masa silam dengan cara dapat di pertanggungjawabkan. Namun sering pula di jumpai dengan istilah filsafat namun lalu dapat menimbulkan kesan seolah – olah sejarah filsafat seperti berdasarkan prinsip filsafat analisis.
Apa yang dapat di harapkan dari filsafat sejarah ?
Dibagi menjadi tiga tahap yang pertama adalah tahap ilmu-ilmu pendukung dapat digunakan bila ingin menentukan apa yang terjadi pada masa silam. Ilmu npendukung sejarah dapat menentukan ilmu pendukung sejarah-memungkinkan ahli sejarah membaca dengan tepat sebuah peninggalan lalu menentukan bebebrapa fakta dari masa silam dengan menggunakan ilmu pendukung lainnya.
Tahapkedua menyangkut tentang penulisan sejarah tu sendiri disini menggunakan kerangka yang penuh dengan arti lalu di gabngkan dari kerangka menjadi sebuah buku sejarah harus mengunakan beberapa kaidah dan pedoman yang menjamin sebuah penyusunan fakta itu menghasilkan sebuah penfsiran mengenai masa silam yang dapat dimengerti atau sekurangnya pada prinsip yang di perlukan dan dapat di pertahankan.
Tahap ketiga langsung berkaitan pada filsafat sejarah khususnya yang kritis yang dipermasalahkan ialah sejauhmana, kaidah dan pedoman yang disinggung dapat di pertimbangkan dan di benarkan oleh alhi sejarah mengolah fakta-fakta yang telah di temukan untuk mrnggambarkan masa silam .
Manfaat filsafat sejarah
Pertama – taman dikatakan sejarah sebagai pengetahuan mengenai filsafat sejarah mempertajam kepekaan seorang kritis seorang peneliti sejarah. Pada tahun 1971 D.H. Fischer seorang filsafat sejarah penah menulis sebuah buku yang berjudul historian fallaceis yang menulis tentang kepincangan dalam penalaran secara sistematik.
Dapat membedakan antara cabang-cabang ilmu pengetahuan yang berjalan dengan lancar dan ilmu – ilmu yang selalu menimbukan kesan bahwa suatu yang tidak beres. Dengan dilatar belakangi filsafat sejarah seseorang peneliti lebih mampu mengadakan seuatu penilaian pribadi mengenai keadaan pengkajian sejarah pada suatu saat tertentu, filsafat sejarah tidak mengajarkan bagai mana pengkajian sejarah harus dilakukan, akan tetapi filsafat sjarah dapat menawarkan pengertian mengenai untung ruginya berbagai pendekatan terhadap masa silam dan menjadikan kita waspada terhadap pendapat pendapat keliru terhadap tugas dan tujuan pengkajian sejarah.
Apakah Filsafat Sejarah Spekulatif Itu?
Filsafat sejarah mencari struktur dalam keseluruhannya dan sejarah dalam salah satu filsafat sejarah spekulatif tertentu salah satu permasalahan di tonjolkan di atas yang lain .pengetahuan berdasarkan pada pengalaman dan pengamatan terhadap kenyataan di sebut pengetahuan aposteriori. Dan pengetahuan yang tidak langsung berdasarkan pengalaman atau menahuluinya (apriori) dalam ilu biasanya berurusan dengan pengetahuan tetapi dalam logika mateatika dan logika formall kita menggunakan pengetahiuan apriori.
FILSAFAT SEJARAH CIPTAAN HEGEL
Budi dan dialektika
Dengan budi manusai dapat mengkombinasikan gagasan lalalu memperoleh kemampuan pengetahuan dengan cara apriori yang tidak berdasarkan pengalaman budi menguasia semua yang berhubungan dengan obyektif kenyataan itu tidak kacau balau namuan memperhatikan tatatertib dan keteraturan yang menaati kaidah dan prinsip. Mempergunakan budi dapat mencari jalan tengah kenyataan dengan cara berfiir secara rasional kita dapat melacak kaidah – kaidah yang menompang kenyataan hegel berkata sejarah merupakan proses pengembangan diri roh budi merupaan proses rasional yang senantiasa di arahkan menggunalakan tahapan proses. Dialektika yaitu susunan logis yang menunjukan bagaimana dalam perkembangan prossesdi identifikasi diri roh atau budi terjadi.
Filasafat sejarah formal
Hegel membedakan tiga macam tulisan sejarah yaitu
- Penulisan sejarah orisinil. Laporan harus sesuai dengan saksi saksi yang sezaman
- Pnulisan sejarah refleksi (yang dibagikan lagi menurut empat katagori )
- Sejuarah filsafat
KRITIK TERHADAP SISTEM-SISTEM SPEKULATIF
Kebenaran sistem spekulatif tidak dapat dipastikan
Filsafah spekulatif tidak dapat di apstikan sejarah spekulatif selalu dibedakan dari pengkajian sejarah “biasa” kiranya kara bergerak dalam jalur bidnag yang berbeda para filsafat sejarah dan para ahli sejarah yang sellau sadar bahwa ada sebuah jurang yang akan memisahkan mereka antara satu dengan lainnya. Para ahli sejarah selalu mempersalahkan para filsuf sejarah bahwa mereka meremehkan detail detail sejarah serta tidak mampu menghadapi masa silam tanpa prasangka. Sebaliknya, para filsuf sejarah mempersalahkan para ahli sejarah bahwa mereka hanya mengumpulkan dan melaporkan sejumlah data dalam sejarah. Lepas dari yang satu dan yang lain dan tidak berhasil menyusun sintesis. Menurut filsuf sejarah spekulatif menyajukan kerangka – keranga yang membuka kemungkinan untuk menafsirkan fakta – fakta sejarah .
Sifat metafisis dalam sistem – sistem spekulatif
Karena berbagain alasan sering di sebutkan untuk dikatakan bahwa filsafat bersifat “metafisis” oleh karna itu harus di tolak (di perhatikan, tidak di tolak karena tidak benar, melainkan karna kenbenara tidak dapat dipastikan).Salah satu ucapan metafisis yang cukup terkenal adalah manusia pada dasarnya egois, sekilah pernyataan itu benar namun bila kita ingat bahwa manusia sering berkorban banyak demi mahluk sesamannya dan rasa belas kasihan terhadap sesama mahluk dan itu telah mematahkan tentang ucapan tersebut.
Sistem spekulatif tidak ilmiah
Bahwa kata sifat “ilmiah”tidak dapat diberikan pada spekulasi spekulasi tentang sejarah karna sejarah itu, berlainan dengan pernyataan – pernyataan ilmiah, tidak emnentu, dan tidak bisa di pastikan benar tidaknya.Namun para filsaf sejarah spekulatif mengecap bahwa pendekatan mereka terhadap masa silam lebih ilmiah dari pada di lakukan oleh para ahli sejarah.Kelemahan malah di anggap sebgai prisanya.Mereka berpresentasi dapat memberikan kepastian objektif telah melacak pola-pola kecenderungan yang sering muncul
Hukum evolusi bagi proses sejarah
Tentang karya darwin yaitu on the origine of species yang memperhatikan bagaimana perkembangan kehidupan dimuka bumi. Teori darwin bukanlah sebuah hukum evolusi namuan mengenai sebuah penafsiran sebuah proses yang unik yang hanya satu kali terjadi, yang kita harus mengenal proses evolusi dan untuk proses yang dapat dibandinngkan dengan proses yang lain. Titik pangkal dari sejarah pada pokoknya bahwa sejarah pada pooknya merupakan suatu rangkaian peradaban – peradaban yag msing yang masing –masing mandiir dan terisolasi tidak menghasilkan sebuah hukum yang kuat guna merumbuskan hukum –hukum yang berlaku umum.
Dinamika sosial sebagai sistem spekulatif
Dalam mekanika ilmu ini di bedakan antara statistika (teori mengenai keseimbangan benda – benda yang tidak bergerak) dan dinamika meengenai benda- benda bergerak. Berdasarkan ini auguste comte menyusun mengenai statistika da dinamika sosial perhatian kepada bentuk kepda masyarakat pada tahap terhadap dalam perkembangannya sedangkan yang kedua memperhatikan tingkat dari ekseimbangannya.
Arah perkembangan
Masuk akal, bahwa berdasarkan keberatan keberatan seorng filosuf sejarah spekulatif sanggup memperlemah tabiat metafisik dalam sistemnya.Ia akan menerima bahwa masyarakat mempunyai satu aspek pokok sedangkan membuang yang lain karena todak relevan
Hukum – hukum gerak atau hukum hukum urutan
Dapat dibayangkan, seorang filsafah sejarah spekulatif menggarisbawahi uraian tentang beberapa hal tetapi namun tetap berpendapat di rumuskan hukum urutan dan hukum gerak yang menompang proses historis sehingga dapat di ramalkan di masa depan dengan jangkauan jauh seperti sering terjadi seorang filsauf sejarah spekulatif mencari ilham pada ilmu eksakta.
APAKAH FILSAFAT SEJARAH KRITIS ?
Filsafat berurusan dengan masalah-masalah mengenai kebenaran, kebaikan dan keindahan.Masalah estetika tak pernah memainkan peranan penting, justru masalah mengenai kebaikan (bidang estetika) memainkan peranan yang lebih menonjol dalam filsafat sejarah.Ahli sejarah historisistis serta filsuf-filsuf sejarah pernah mengatakan bahwa pengkajian sejarah bukanlah suatu ilmu, melainkan semacam seni.Masalah utama yang digumuli filsafat sejarah ialah sejauh mana kita dapat memperoleh pengetahuan yang benar mengenai masa silam dan bagaimana sifat pengetahuan itu.Gambaran mengenai masa silam selalu melebihi pernyataan-pernyataan dan tafsiran-tafsiran yang merupakan kepingan dan gambaraan itu.Maka dari itu, permasalahan ini tidak dapat dibatasi pernyataan-pernyataan mengenai masa silam, serta keterangan-keterangan yang diberikan oleh para hli sejarah mengenai fakta-fakta yang dilukiskan dalam pernyataan-pernyataan tadi.Masalah sejauh mana gambaran-gambaran historis itu benar dan memadai, harus diteliti secara tersendiri.MUNGKINKAH KITA MENGETAHUI MASA SILAM ?
Tujuan seorang ahli sejarah ialah memperoleh pengetahuan mengenai masa silam, lalu menyajikan pengetahuan itu kepada si pembaca.Namun perbedaan pendapat antara para ahli sejarah itu menyadarkan kita bahwa mereka tidak selalu berhasil memperoleh pengetahuan tersebut.Tetapi kenyataan ini tidak membawa para ahli sejarah berpendapat bahwa mereka tak pernah mampu memperoleh pengetahuan mengenai masa silam yang diandalkan.Seorang skeptikus secara prinsip, sangsi akan kesahihan pengetahuan historis. Bila para ahli sejarah pernah membuat kesalahan, maka pada prinsip dapat dibayangkan, bahwa mereka selalu membuat kesalahan. Seorang skeptikus membeberkan, bahwa setiap generasi sejarah mempunyai kebenarannya sendiri mengenai masa silam, fakta-fakta sejarah yang sekarang kita andalkan, mungkin di hari depan akan ditelanjangi sebagai pendapat-pendapat yang tidak benar dan yang menyesatkan.
Masa silam sebuah fiksi ?
Bentuk skeptisisme historis yang paling ekstrem ialah kesangsian, apakah masa silam memang pernah ada.Mungkin masa silam hanya merupakan hasil rekaan kita, hasil khayalan kita.Bertrand Russell (1872-1970), tokoh yang oleh banyak orang dipandang sebagai filsuf utama abad ke 20. Ia pernah menulis, bahwa pada prinsipnya dapat dibayangkan, bahwa segala kenang-kenangan kita akan masa silam, ternyata baru diciptakan lima menit yang lalu. Semua kenang-kenangan kita dan bahan historis, kedua-duanya baru berumur lima menit, serasi yang satu dengan yang lain, sehingga nampaknya seolah-olah ada masa silam yang mendahului saat penciptaan itu, lima menit yang lalu.
Akan tetapi hendaknya kita menyadari, bahwa paradok Russell itu tidak ada konsekuensi apapun bagi praktek pengakajian sejarah. Keberatan lain yang lebih serius dapat diajukan terhadap pengandaian, bahwa dunia kita baru diciptakan lima menit yang lalu. Kita dapat bertanya kepada Russell, mengapa titik awal sejarah ditetapkannya lima menit yang lalu, bukan dua menit atau sepuluh menit yang lalu. Pilihan Russell bahwa dunia diciptakan lima menit yang lampau, ternyata ditentukan dengan sewenang-wenangnya. Dapat disimpulkan, bahwa skeptisisme seperti diajukan oleh Russell tidak menyediakan suatu pendirian yang dapat diterima, sehingga dengan aman kita boleh berasumsi bahwa masa silam sungguh pernah ada menurut cara seperti biasanya umum digambarkan. Kita menunggu sampai ada seorang filsuf lain yang dapat mengajukan alas an-alasan yang lebih kuat, sebelum kita menyangsikan pernah terjadinya masa silam.
Konstruktivisme
Bentuk skeptisisme ini dipaparkan oleh M. Oakeshott, Experience and Its Modes (1933) dan L. Goldstein, Historical Knowing (1976).Titik pangkal Oakeshott merupakan suatu bentuk empirisme ekstrem, seolah-olah kita hanya dapat memperoleh pengetahuan yang dapat diandalkan mengenai hal-hal yang sekarang dan disini diamati secara inderawi.
Pendirian tersebut dapat diajukan bahwa pengetahuan kita mengenai masa silam dibenrkan karena adanya bukti-bukti historis (dokumen-dokumen, prasasti-prasasti dan sebagainya).Dan semua bahan bukti itu dapat langsung kita tunjukkan (dalam museum, arsip dan sebagainya). Namun demikian, ia mengatakan bahwa bahan bukti yang sekarang dan disini kita miliki hanya membuka kemungkinan, agar lewat jalan kombinasi dan analisis, kita membuat konstruksi-konstruksi mengenai apa yang mungkin terjadi pada masa silam. Menurut Meiland, konstruktivisme yang diutarakan Oakeshott memiliki tiga syarat yang harus dipenuhi: (1). A percaya bahwa p ; (2). p adalah benar (tak pernah dikatakan bahwa seorang tahu bahwa p , bila p itu tidak benar) ; (3). ada bahan bukti mengenai p. Oleh sebab itu, ia tidak dapat melihat bahwa bahan bukti historis seolah-olah melengkapi kita dengan sayap-sayap untuk mengarungi arus waktu, lepas landas waktu kini dan mengatakan sesuatu yang dapat dipercaya mengenai masa silam. Perkembangan dalam metode-metode penelitian sejarah menyediakan senjata paling ampuh untuk melawan skeptisisme yakni dengan memusatkan perhatian pada metode-metode historis serta pada kritik historis, pegangan pada masa silam tidak diperketat, tetapi justru diperlemah.
Menurut Goldstein konstruktivisme dalam pengkajian sejarahnya membedakan antara “struktur supra” dan “struktur infra”. Struktur supra ialah struktur pengertian historis yang telah bulat dan kita jumpai dalam buku-buku dan karangan-karangan historis.Sedangkan stuktur infra ialah keseluruhan metode dan teknik penelitian yang menghasilkan pengertian historis yang bulat itu. Goldstein menyimpulkan bahwa pengetahuan kita mengenai sejarah selalu bergantung pada dan ditentukan oleh sifat-sifat metode penelitian yang dipergunakan dan ia sanggup menerima konsekuensi-konsekuensi paling radikal sebagai akibat pendiriannya itu. Ia mengatakan bahwa metode-metode penelitian sejarah tidak hanya dapat dipandangn sebagai sarana untuk memperoleh pengertian mengenai masa silam, melainkan bahwa metode tersebut juga menentukan sifat masa silam itu.
Persatuan ide-ide Oakeshott dan Goldstein demikian besar.Untuk menghindari pengulangan, ada keberatan yang diajukan oleh P.H. Nowell-Smith.Ia berkata demikian bahwa Goldstein mengacaukan verifikasi dengan penunjukkan atau acuan. Yang dimaksud dengan verifikasi ialah bahan bukti serta metode-metode yang dipergunakan untuk menguji dan memutuskan kebenaran dalam ucapan-ucapan mengenai masa silam.Goldstein mengesampingkan konsep mengenai masa silam dengan mengubah semua acuan kepada masa silam, dijadikan acuan kepada apa saja yang dapat kita katakana mengenai masa silam berdasarkan bahan dokumentasi historis. Namun karena kita memang harus membedakan verifikasi dari acuan, amak teori Goldstein tak dapat dipertahankan. Menurut Nowell-Smith, selain mengacaukan verifikasi dengan acuan, Goldstein juga mengacaukan penafsiran sejarah dengan fakta-fakta dari masa silam sendiri. Teorinya dapat diterima, ketika kita melihat teorinya tidak sebagai suatu teori mengenai fakta sejarah melainkan mengenai penafsiran historis.Unsur skeptisisme dalam setiap bentuk konstruktivisme tidak begitu radikal lagi. Skpesis mereka bukan lagi kesangsian akan kemungkinan mengeluarkan pernyataan-pernyataan benar mengenai masa silam, melainkan kesangsian akan penafsiran-penafsiran historis. Kesangsian serupa itu sehat sekali, bahkan syarat agar penelitian sejarah dapat maju, syarat pula agar terjadi suatu diskusi historis yang terbuka lagi kritis.
“Re-Enactment” sebagai lawan Skeptisisme
R.G. Collingwood (1889-1943) filsuf sejarah paling terkenal pada abad ke 20 ini membantah skeptisisme secara fundamental. Menurut Collingwood, seorang peneliti sejarah dapat menghayati pikiran perbuatan seseorang tokoh sejarah yang sedang dipelajarinya. Oleh Collingwood prosede ini dinamakannya re-enactment of the past, artinya masa silam dipentaskan kembali, diperagakan kembali.Dengan demikian kita dapat mengetahui masa silam lewat pementasannya pada masa kini yang langsung kita alami. Akan tetapi, berdasarkan pertimbangan yang jelas, masa silam tidak dapat dipentaskan kembali dengan memikirkan kembali suatu gagasan yang dahulu pernah dipikirkan oleh seseorang, melainkan hanya dengan mengulangi sebuah tindak pikiran.Berlainan dengan gagasan sendiri, tindak pikiran ditentukan menurut waktu dan tempat, mementaskan kembali masa silam hanya berlaku bagi tindak pikiran itu. Kesimpulannya, tak ada identitas antara pikiran dan pelaku historis dan pikiran sang peneliti sejarah. Sanggahan Collingwood terhadap skeptisisme justru mengandaikan identitas serupa itu (pikiran pelaku sejarah baru dengan sungguh-sungguh dialihkan ke masa kini, kalau ada identitas dengan pikiran ahli sejarah).Tetapi, ini tidak benar sehingga teori re-enactment tak dapat diterima sebagai sanggahan terhadap skeptisisme historis.
Mesin-mesin waktu dan Verfikasionisme
Ingatan merupakan semacam pengalaman langsung mengenai masa silam. Kita dapat berkhayal bahwa pada masa yang akan dating para ahli akan dapat membuat sebuah mesin waktu sehingga kita mampu untuk menjelajahi kembali masa lampau dan dengan demikian langsung mengalami masa silam. Dalam buku-buku science-fiction, mesin-mesin serupa itu sering muncul. Dapat dibayangkan bahwa nanti para ahli sejarah sering akan mempergunakan mesin itu., kalau sunnguh dapat dibuat. Selama mesin-mesin serupa itu belum dibuat, kita harus sabar dengan skeptisisme.Sabar pula menunggu sampai dapat dibuat mesin waktu itu.
Akan tetapi, ilusi ini direnggut oleh Tuan Alfred Ayer.Ia mengatakn bahwa semenjak suatu saat tertentu dalam hidup kita muncullah pengalaman yang sama seperti bertahun-tahun yang lalu pernah kita rasakan atau pengalaman-pengalaman sugestif, seolah-olah kita dikembalikan kepada suatu saat pada masa yang silam.
Ada hubungan erat antara konstruktivisme dan verifikasionisme.Bila konstruktivisme tidak kita lihat sebagai suatu teori, bagaimana para ahli sejarah sampai pada pernyataan-pernyataan mereka mengenai masa silam, melainkan sebagai suatu teori mengenai arti pernyataan-pernyataan historis, maka konstruktivisme identik dengan verifikasonisme. Verifikasionisme merupakan suatu perombakan dalam cara kita bernalar. Kesimpulannya adalah verifikasionisme tidak dapat membantu kita dalam memerangi skeptisisme historis.
Bantahan Danto terhadap Skeptisisme
Sampai sekarang ini, belum ada yang berhasil membantah paham skeptisisme. Yang berhasil dilakukan adalah bahwa masa silam memang pernah ada.Kemudian kita berhasil menggugurkan alas an-alasan skeptisis yang diutarakan oleh konstruktivisme Oakeshott dan Goldstein.Danto menerangkan bahwa skeptisisme selalu didasarkan atas ide, bahwa kita tidak (lagi) dapat mengamati masa silam.selain itu, hendaknya kita menyadari bahwa banyak pengetahuan yang kita andalkan tidak berdasarkan pengamatan langsung. Demikian juga pengkajian sejarah selalu didasarkan atas pengamatan terhadap teks-teks, sumber-sumber sejarah dan sebagainya, kemudian atas pertimbangan historis, bagaimana menafsirkan pengamatan tadi.Andaikata tidak mampu mempertahankan skeptisisme historis, maka yang perlu disangsikan tidak hanya pengetahuan kita mengenai masa silam, melainkan juga pengetahuan kita mengenai ilmu alam, kimia, astronomi dan sebagainya sampai dengan pengetahuan dalam hidup sehari-hari.Skeptisisme historis lalu dijadikan skeptisisme universal.
FAKTA, PERNYATAAN MENGENAI FAKTA SERTA KEBENARAN DALAM PENGKAJIAN SEJARAH
Fakta dan Pernyataan
Banyak ahli sejarah condong memandang fakta (historis) sebagai dasar pengkajian sejarah yang mutlak dapat diandalkan.Fakta dapat diandalkan dengan kepastian yang praktis tak dapat disangsikan dan andaikata terjadi kesangsian maka dalam praktek ini dapat dipecahkan.Kepercayaan terhadap fakta dapat dibenarkan dan mutlak perlu untuk pengkajian sejarah, diserang oleh ahli sejarah berkebangsaan Amerika, C.L. Becker. Ia mengajukan tiga pertanyaan :
a. Apa yang dinamakan fakta historis
b. Dimana terdapat fakta historis
c. Bilamana terjadi fakta historis
Menurut Becker, fakta historis selalu dikonstruksi atau disusun oleh peneliti sejarah. Fakta historis terletak di dalam benak para peneliti sejarah yang terlibat dalam diskusi mengenai fakta historis yang bersangkutan.Fakta historis adalah kontemporer dengan diskusi yang dilangsungkan mengenai fakta itu. Akan tetapi, kelemahan dari teori Becker ialah ia mengabaikan perbedaan antara masa silam sendiri dan dari uraian kita menegani masa silam. Baru bilamana kita mau membicarakan kenyataan, maka kita dapat mengatakan hal-hal yang benar atau tidak benar.Oleh sebab itu, tidak benarlah (seperti dilakukan Becker) menempatkan fakta-fakta historis dalam bidang diskusi historis, dalam bidang omongan kita mengenai masa silam.
Berbagai pernyataan mengenai masa silam
Yang dimaksud dengan dengan pernyataan historis ialah pernyataan mengenai fakta-faakta historis atau seperti juga sering dikatakan mengenai keadaan-keadaan pada masa silam.Yang disebut masa silam adalah keseluruhan keadaan itu, bukannya pernyataan-pernyataan mengenai keadaan-keadaan itu.Keadaan atau fakta itu hanya satu kali terjadi atau merupakan peristiwa unik. Kenyataan bahwa para ahli sejarah jarang sekali merumuskan suatu pernyataan umum, merupakan indikasi pokok mengenai perbedaan antara pengkajian sejarah dan ilmu-ilmu pasti.Dengan demikian, kita juga dibebaskan dari kewjiban untuk meneliti masalah-masalah menegani arti, kesahihan serta legitimasi pernyataan-pernyataan universal.Andaikata kita merasa sedikit kecewa, bahwa terdapat suatu jurang antara pengkajian sejarah dan ilmu-ilmu pasti, sebaliknya kita juga boleh merasa lega, karena kita tiak perlu meneliti masalah-masalah yang sangat rumit itu.
Kebenaran
Sebuah wacana atau teks historis untuk bagain besar terdiri atas pernyataan-pernyataan singular atau umum mengenai masa silam.Ada empat teori yang yang tepat dimaksudkan apabila kita mengatakan bahwa salah satu ucaapan singular itu “benar”. Yang pertama adalah teori tindak bahasa, barangsiapa menggarisbawahi sesuatu atau mengingatkan seseorang akan sesuatu, tidak melimpahkan pengetahuan, melainkan suatu perbuataan. Teori yang kedua adalah teori pragmatis. Menurut teori ini, sebuah ucapan benar bila ucapan iu terbukti merupakan pedoman yang dapat diandalkan bagi perbuatan kita. Yang ketiga adalah teori korespondensi, teori ini digunakan untuk menguji ebenaran bahwa suatu ucapan benar, bila terdapat keserasian (korespondensi) antara apa yang dinyatakan dalam ucapan tadi didalam kenyataan (historis). Yang keempat adalah teori koherensi, teori ini menyatakan bahwa kebenaran ucapan yang sama dapat ditentukan dengan kriterium, pakah pernyataan tadi sesuai (ada koherensi) dengan semua ucapan, teori atau pandangan yang telah kita terima. Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa teori koherensi lebih masuk akal bagi penelitian sejarah biasa.Dalam keadaan luar biasa, bila penulisan sejarah (mengenai suatu bagian tertentu dalam masa silam) membelok dari garis tradisi, maka teori korespondensi lebih dapat diandalkan. Kedua teori mengenai kebenaran, mutlak diperlukan untuk dapat mengerti apa yang etrjadi dalam penulisan sejarah. Jangan sampai kita dibujuk untuk memilih yang satu atau yang lain.
Kesimpulan
Dari bab 7 ini dapat kita simpulkan bahwa tak ada satu alternative yang membuka jalan yang memuaskan, untuk mengaitkan keseluruhan pernyataan historis (uraian historis), dengan konsep kebenaran (menurut teori korespondensi). Maka dari itu, seyogyanya konsep “kebenaran” dan “ketidakbenaran” hanya dipakai untuk memberi kualifikasi kepada pernyataan-pernyataan singular mengenai masa silam. Untuk memberi kualifikasi kepada suatu uraian historis dalam keseluruhannya, lebih baik mempergunakan konsep-konsep lain seperti “berguna”, “penuh arti” atau “dapat diterima”.
KETERANGAN HISTORIS
PENGANTARUcapan-ucapan mengenai fakta-fakta historis, merupakan deskripsi mengenai masa silam. Tetapi, ahli sejarah tidak membatasi diri pada usaha melukiskan masa silam, namun juga berusaha memikirkan suatu keterangan yang masuk akal mengenai apa saja yang terjadi pada masa silam. Para ahli berpendapat bahwa keterangan dan deskripsi secara hakiki berbeda satu sama lain. Hakikat suatu keterangan historis selalu terdapat dalam kaitan antara dua deskripsi mengenai keadaan-keadaan masa silam.Kaitan itu selalu berobyek pada dua deskripsi tersebut, bukanlah sesuatu dalam kenyataan historis.Oleh karena itu, sebuah keterangan tidak pernah merupakan suatu deskripsi mengenai sesuatu dalam kenyataan historis.Kesimpulannya yaitu bahwa kita harus bisa membedakan antara deskripsi dan keterangan.
Dalam permasalahan bagaimana de facto bentuk keterangan historis dalam praktek pengkajian historis dan bagaimana harusnya bentuk keterangan historis agar memenuhi syarat, seorang filsuf sejarah membatasi diri pada aspek logis dan formal dalam suatu keterangan historis, karena isi keterangan historis bukanlah obyek filsafat sejarah melainkan obyek penelitian historis. Menurut pendukung Covering Law Model (CLM), sebuah keterangan historis baru dapat diterima jika didukung oleh salah satu atau beberapa hukum umum.Seorang pengikut paham hermeneutika mengatakan bahwa seorang peneliti sejarah menerangkan masa silam dengan menghayati atau menempatkan diri dalam batin para pelaku sejarah dahulu.
COVERING LAW MODEL (CLM)
Model ini pertama kali dirumuskan oleh David Hume, seorang filsuf dari Skotlandia (1712-1776). Dalam bukunya ia menuliskan, seperti alam diatur oleh hukum-hukum tertentu, perbuatan manusia juga tunduk kepada prinsip-prinsip tertentu yang sifatnya kosntan dan universal. August Comte berpendapat bahwa cara kerja seorang peneliti sejarah harus sama dengan metode kerja seorang peneliti alam raya atau sering disebut dengan istilah positivisme.dalam positivisme ini hanya terdapat satu jalan untuk memperoleh pengetahuan yang benar dan yang dapat dipercaya yakni dengan menerapkan metode-metode ilmu eksakta. Agar CLM dapat ditafsirkan dengan tepat, maka perlu dipertimbangkan sebagai berikut :
a) Skema penalaran CLM diasalkan dari logika formal dan terkenal sebagai kaidah “modus ponens”. Skema penalaran yang berjalan dari (1) ke (2) kemudian ke (3) hendaknya dibedakan dari ucapan dibawah (1). Yang terdapat pada (1) menunjukkan suatu pola hukum empiris. Karena dalam CLM eksplanandum disimpulkan lewat sebuah deduksi logis dari ucapan nomologis (nomos : hukum, yang bersifat pola hukum), maka CLM juga disebut “modul deduktif-nomologis”.
b) Semua pola hukum yang muncul dalam premis pertama harus dikonfirmasikan oleh semua fakta yang kita kenal dan yang relevan, jangan berlawanan dengan fakta-fakta yang ada.
c) Pola hukum selalu mengungkapkan bahwa suatu peristiwa tertentu akan disusul oleh peristiwa lainnya. jika kita mengamati dua peristiwa bersama-sama maka kita menyadari bahwa dalam menentukan dan merumuskan pola-pola hukum kita mudah sekali tergelincir.
d) CLM membuka jalan untuk menerangkan peristiwa-peristiwa sejauh peristiwa itu termasuk satu jenis peristiwa tertentu. Dengan model CLM, sebuah peristiwa tidak pernah diterangkan dalam segala kompleksitasnya dan segala keunikannya tapi hanya sejauh peristiwa itu mempunyai sifat tertentu.
e) Dalam CLM tidak dikatakan apa pun mengenai kedudukan si juru penerang dalam arus waktu terhadap peristiwa yang diterangkan. CLM bisa digunakan untuk mengadakan ramalan-ramalan tertentu dimasa depan. Sebuah keterangan dapat dinamakan ramalah sesudah terjadi peristiwa. Ramalan mengenai masa depan ini tidak berkaitan dengan peristiwa unik dan individual, seperti halnya dengan keterangan mengenai peristiwa pada masa silam.
f) Mencatat sesuatu mengenai sifat dan jangkauan pola-pola hukum yang dipergunakan dalam CLM. Hempel mendefinisakn pola hukum umum sebagai sebuah ucapan universal tetapi kondisional yang dapat dibenarkan atau dibantah menurut pengamatan empiris. Pola-pola hukum selalu berkaitan dengan apa yang dapat terulang kembali dalam kenyataan historis.
g) Jangkauan pola hukum yang dipergunakan dalam modul CLM oleh W.H. Dray dan M. Mandelbaum dibatasi lagi. Pola hukum yang dijangkau dalam CLM sebetulnya sangat terbatas. Pola hukum hanya meliputi bagian-bagian dalam peristiwa yang harus diterangkan tetapi tidak peristiwa itu sendiri seperti semula diharapkan dalam CLM.
h) Menurut Hempel, para ahli sejarah jarang memberikan keterangan-keterangan yang serasi dengan syarat-syarat CLM. Para ahli jarang menyebut pola hukum umum yang menjadi dasar penalaran, karena demikian gamblang, sehingga pembaca sendiri dapat diandaikan.
PERBAIKAN-PERBAIKAN DALAM CLM
a) Keterangan probabilistis, dalam CLM yang asli dituntut pola-pola hukum yang universal, yaitu pola-pola hukum yang mencakup semua kasus. Akan tetapi, usaha memperhalus dan memperluas sistem pola hukum universal sering tidak mencapai tujuannya. Maka kita harus puas dengan pola hukum yang memberi peluang bagi kekecualian yaitu pola hukum probabilitas yang artinya pola hukum dengan kepastian statistis mengaitkan sebab tertentu dengan akibat tertentu.
b) Perbaikan yang diusulkan oleh Gardiner, yang mengatakan bahwa pola hukum yang dipakai oleh para peneliti sejarah sering bocor, oleh karenanya peneliti sejarah haeus menerangkan masa silam dengan pola hukum yang lubang-lubangnya sesedikit mungkin.
c) Perbaikan yang diusulkan oleh Scriven dan White, segala daya keterangan dipusatkan pada pernyataan yang menyebut sebab bagi suatu peristiwa; arti pola hukum dikurangi, lalu dijadikan semacam asuransi sesudahnya.
KRITIK TERHADAP CML
a) Jarak antara eksplanans dengan eksplanandum yang harus diperkecil.
b) Keberatan terhadap pola hukum probabilitas, dapat diajukan dengan pola hukum probabilitas yang harusnya diterangkan.
c) Sifat formal dalam CLM agar suatu keterangan historis dapat diterima.
d) Keberatan Foucault yang merupakan seorang filsuf asal Prancis.
HERMENEUTIKA
Dua Bentuk Hermeneutika
Terori argumentasi mengandaikan bahwa kedua lawan bicara mempunyai suatu titik pangkal atau dasar bersama. Jika keduanya tidak saling mengerti lagi maka dilacak dimana itu mulai terjadi sambil bertitik tolak dari dasar yang sama. Masalah yang dihadapi oleh hermeneutika lebih mendalam, tujuannya untuk menjembatani jurang antara dua titik pangkal yang berbeda-beda. Sementara proses Hermeneutika itu menghayati dari dalam jalan pikiran orang lain, tidak hanya berguna untuk menafsirkan teks-teks atau maksud lawan bicaranya tetapi juga bermakna untuk menghayati dari dalam jalan pikiran orang lain. Istilah hermeneutika dapat digunakan dalam dua arti yaitu menafsirkan teks-teks dari masa silam dan menerangkan perbuatan seorang pelaku sejarah.
Hermeneutika di Jerman (Dilthey dan Gadamer)
Dilthey memusatkan perhatiannya pada pengalaman kita tentang dunia historis serta mengenai sifat pengetahuan kita mengenai masa silam.Ide-ide Dilthey mempunyai tiga konsep yaitu Erlebnis, Ausdruck dan Verstehen. Menurut Dilthey, manusia yang hidup dalam arus sejarah terbenam dalam dunia penuh arti. Menurut Gadamer cakrawala peneliti sejarah memainkan peranan tersendiri, Verstehen selalu berkaitam dengan peristiwa yang hanya satu kali terjadi.
Hermeneutika di Inggris dan Amerika
Berbicara tentang pro dan kontra hermeneutika, pada saat itulah muncul seorang ahli arkeolog dan filsuf sejarah dari Inggris bernama R. G. Collingwood (1889-1943).Collingwood mempunyai tujuan membantah skeptisisme bahwa kita tidak dapat memperoleh pengetahuan mengenai masa silam yang dapat diandalkan karena kita tidak lagi dapat mengalami masa silam itu. Sementara seorang filsuf seajarah dari Canada, W. H. Dray juga sangat terpengaruh oleh pemikiran Collingwood.Namun, ada satu perbedaan pokoknya yaitu pikiran tokoh sejarah dan duplikatnya dalam pikiran peneliti sejarah. Dray meminta suatu rekonstruksi yang didukung alasan kuat dan bahan bukti mengenai apa yang dapat dipikirkan seorang tokoh sejarah.
KRITIK TERHADAP HERMENEUTIKA
1. Adakah hermeneutika itu berawal dari Descartes?
Para hermeneutisi seperti Collingwood dan Dray mendukung pernyataan yang dikeluarkan oleh Rene Descartes yang bunyinya bahwa manusia terdiri atas dua unsur yang berbeda yaitu jiwa dan tubuh, maka tubuh kita terbentang dalam ruang dan waktu. Girbert Ryle, filsuf asal Inggris menandaskan bahwa segi dalam dan segi luar dalam perbuatan kita tidak dapat dipisahkan bagaikan dua kotak seperti disangka Descartes. Segi dalam sendiri lebih memperlihatkan diri dalam perbuatan kita.
2. Adakah hermeneutika mengandaikan CLM?
Hermeneutika merupakan suatu varian terhadap CLM. Namun tidak berarti penganut CLM menganggap hermeneutika tak ada gunanya atau tidak masuk akal.Mengahayati batin seorang pelaku sejarah, kadang dapat menimbulkan gagasan, mengaoa si pelaku melakukan sesuatu.Dugaan seperti itu menjadi penjelasan yang dapat diterima jika dites pada pola hukum umum yang relevan.Nilai hermeneutika terbatas pada heuristik artinya hanya merupakan sarana agar kita dapat sampai pada suatu dugaan mengenai kenyataan.
3. Jangkauan hermeneutika yang terbatas, baik penjelasan hermeneutis maupun penjelasan teleologis. Metode hermeneutis lebih mengakui bahwa obyek penelitian historis ialah dunia yang penuh arti. Kesalahan yang dibuat penjelasan hermeneutis ialah terlalu mengaitkan arti perbuatan dan gagasan kita dengan proses terjadinya gagasan dan perbuatandalam batin pelaku historis. Bidang yang dijelaskan hermeneutika terbatas pada perbuatan misalnya raja-raja, negarawan, dan para panglima.
4. Hermeneutika kurang memiliki kesadarn historis. Cara seorang peneliti sejarah menanggapi keadaan dalam lingkungannya sama dengan cara seorang pelaku sejarah bereaksi dalam lingkungannya.
MASA SILAM SEBAGAI TEKS
Ciri khas dari hermeneutika ialah aksioma yang berarti dunia sosio-historis merupakan suatu dunia penuh arti. Bahasa atau sebuah teks juga merupakan suatu dunia arti , suatu kesatuan yang dibangun dengan arti-arti. Oleh karenanya, para filsuf sering menyarankan untuk mempelajari masa silam seolah-olah itu merupakan suatu teks. Menurut White, tugas seorang peneliti sejarah adalah menafsirkan teks(historis), mengalihkan prosa masa silam menjadi puisi penulisan sejarah.
Kausalitas
Sebab-sebab dan Keterangan-Keterangan
Dalam praktek pengkajian sejarah sebab dan keterangan biasanya berkaitan dengan proses-proses perubahan.Para peneliti sejarah bertanya mengenai sebab-sebab dan keterangan-keterangan, bila berhadapan dengan proses-proses perubahan.Dalam menjelasakan mengenai pengertian sebab, kita dapat mempergunakan mengenai keterangan historis.Maka pengertian sebab dapat dipahami menurut 2 macam arti. Pertama, sebuah sebab peristiwa P ialah sebuah peristiwa lain yaitu peristiwa O. Kedua, yang menyebabkan suatu peristiwa ialah intense atau motif pelaku historis untuk mengakibatkan peristiwa itu.
Berbagai Jenis Sebab
Sebab total, dalam melacak sebuah peristiwa P, kita harus memperhatikan macam-macam peristiwa kecil yang mungkin turut menyebabkan peristiwa P itu.Dalam hal ini hampir segala sesuatu yang mendahului peristiwa P harus kita sebut sebagai penyebab P. andaikata peristiwa kecil tidak terjadi atau berlainan terjadi, maka tidak mustahil bahwa P tidak terjadi pula.Begitula pendapat Stiart Mill mengenai kausalitas.
Syarat cukup dan syarat yang mutlak perlu, apabila sebab dan akibat muncul dalam waktu yang bersamaan, simetri antara syarat cukup dan syarat mutlak ada kegunaan prktis dalam pengkajian sejarah.Syarat cukup lebih sukar bagi peneliti sejarah daripada syarat mutlak.Syarat mutlak hanya merupakan satu diantara syarat-syarat yang diperlukan untuk mengakibatkan sesuatu.Syarat cukup sebaliknya meliputi sejumlah besar sebab, sehingga akibatnya pasti terjadi.
Abnormalisme
Hart, Honore, White menyimpulak bahwa apa yang ditunjukkan sebagai sebab bagi suatu peristiwa ialah sesuatu yang dalam perspektif tertentu menyimpang dari pola biasa. Dalam pengkajian sejarah, para sejarawan menyeleksi syarat-syarat mutlak sesuai dengan teori abnormalisme. Kita memilih dari beberapa syarat mutlak( dan disini abnormalisme mengajarkan, bagaimana kita harus mengadakan seleksi itu), sama sekali tidak merupakan alasan untuk menyangsikan andalan yang ditawarkan. Kesimpulannya, biasanya ada berbagai keterangan yang salaing melengkapi. Untuk menjelasakna suatu peristiwa, dapat dianjurkan berbagai syarat mutlak yang masing-masing dapat dipercaya, tanpa menganakemaskan syarat mutlak diatas yang lain.
Kenisbian Dalam Sebab Musabab
Ini tidak berarti, bahwa bobot penerangan dalam berbagai sebab yang kita ajukan untuk menerangkan sesuatu peristiwa tertentu, selalu sama. Dalm hal ini, sering disebut perbedaan antara sebab dan kesempatan.Pada umumnya, perbedaan anytaara sebab pokok dan sebab sekunder sangat masuk akal, namun demikian kita harus tetap berhati-hati.Disini Acham memberikan nasihata yang sangat verguan dimana sebelum terburu-buru mencari sebab poko, maka lebih naikkita menyusun dahulu suatu urutan sebab-musabab menurut bobotnya.Karena antara sebab-sebab terdapat suatu kaitan hirarkis.
Keberatan – Keberatan Terhadap Prinsip Kausalitas
Terhadap prinsip kausaliatas, diajukan 3 keberatan:
1. Jangkauannya
Jangakauan keterangan kausal terbatas.Meskipun tidak langsung menyerang prinsip kausalitas, hanya menisbikan keterangan kausal bagi pengkajian sejarah.Dalam hal ini, Dray mengatakan bahwa keterangan-keterangan historis tidak hanya menjawab pertanyaan mengapa namun juga bagaimana.
2. Memisahkan sebab akibat
Tidak ada alasan apaun untuk menagndaikan, bahwa peristiwa-peristiwa pada amsa sialm 9sebab-sebab dan akibat-akibat) dapat dibedakan dan dipisah-pisahkan seperti konsep sebab akiabt di dalam bahasa.Bila dalam kenyataan historis, sebab dan akibat tidak dapat dipisahkan sevara cermat maka keteranag kausal kehilangan hidupnya.
3. Sebab dan CLM
Dipergunakannnya logat kausalitas mengandaikan penerimaan CLM. Keberatan-keberratan yang diajukuak terhadap CLM sekaligus dapat dipandang sebagi keberatan terhadap ketrangan kausal.
HISTORISME DAN NARATIVISME
Latar Belanag HistorismeAda 2 alur yang pantas kita perhatikan.Pertama cakrawala peneliti sejarah yang pada abad ke-18 menjadi lebih luas.Kedua, beberapa sifat khas didalam teori tentang hokum alam di Jerman pada abad ke-18 turut memainkan peranan. Pad abad ke-17 , yang berpangkal pada descrates, hanya sedikit perhatiannya bagi sejarah. Para ahli piker percaya penuh pada hasil penelitian ilmu-ilmu alam, mereka berpendapat bahwa metode penelitian dari ilmu eksakta hendaknya juag diterpakan pada bidang-bidang lain. Hal minimenimbulkan sikap skeptic pada pengetahuan historis. Sikap skeptic terhadap pengkajian sejarah yang berakar dalam pandanagn para murid descrates terhadapa ilmu pengetahuan, dewasa itu disebut Pyrrhonisme historis, sehingga menyebabkan para peneliti sejarah sanagt berhati-hati, karena menafsirkan sejarah menurut perspektif yang lebih luas dianggapa penuh resiko oleh keanyakan peneliti sejarah.
Pada amsa fajar Budi, terjadi suatu perubahan.Alasannya ialah ditemukannya kepasatian-kepasatian baru dalam bidang kenyataan sosio-historis.Apa yang dulu digugurkan oleh agama, kini dilaksanakan oleh etika. Adapaun alasannya, karena pada abad ke 18, etika dianggap mampu menemukan kaidah-kaidah etis dan politis bagi kelakuan manusia dan kehidupan dala masyarakat. Historisme awal berhasil menyerasikan peneliatan sumber-sumber pyrrhonisme historis dengan penyususnan pandangan-pandangan luas dan panoramis terhadapa masa silam. Dalam penulisan sejarah sejamk zama Fajar Budi, visi-visi luasa itu diterima lagi. Sumber kedua bagi historisme adalah hukuma lama, seperti yang dikembangkan di Jerman.Hokum alam di Jerman memisahkan diri dari universalisme hukumadalam dari eropa abarat.Akar pandangan itu terdapat dalam teori Leibniz mengenai monade-monade.Titik balik dalam perubahan ini ialah kemampuan tiap individu untuk menyempurnakan diri.Bagi para ahli piker eropa barat, kenyataan sosio historis merupakan suatu substrat yang seragam dan dan yang berbentuk tunggal dan ayang dibawahi oleh kaidah-kaidah hokum alam yang berlaku umum.Di jerman substrat-substrat itu terpecah-pecah menajdi sejumlah kesatuan monade yang tak terhingga banyaknay, masing-masing dengan riwayatnya sebdiri yang khasa bagi monade itu. Perpdauan antara 2 alam pikiran ini menghasailakn alam pikiran yang gesit dan ayng teramat katya ayang dikemudian hari melahirkan historisme.
Empat Arti Istilah Historisme
1. Istilah historisme ditafsirka sebagai anggapan, bahwa seorang peneliti sejarah harus memahami masa sila, dengan berpangkal pada masa silam itu sendiri serta menghindarkan segal noda anakronisme
2. Dengan timbulnay hermeneutis agar seorang sejarawan menghayati atau masuk kedalam kulit seorang pelaku sejarah. De facto, ini berate bahwa masa silam harus dipahami dari dalam, dari amsa silam sendiri.
3. Istilah historisme sering dipergunakan untuk menunjukkna sistem sistem soekulatif tentang sejarah
4. Yang dimaksud historisme ialah, pendapat yang mnyatakan bahwa baru pendekatan historis terhadapa kenyataan, membuka kemungkianan untuk melacaka hakikat obyek –obyek di dalam kenyataan itu.
ideenlehre Yang Historistis
Titik pangkal dari dasar teori historistis ialah hakikat obyek-obyek atau gejala-gejala sejarah terwujud dalam dalam deskripsi historis mengenai obyek-obyek atau gejala-gejal itu.
Kritik Terhadap Historisme
1. HISTORISME dapat menyubrkan penelitian terhadap obyek-obyek sejarah yang tidak terletak dalam bidang kenegaraan dan politik.
2. Keengganan para historis terhadapa suatu opendekatan historis yang diilhami oleh ilmu-ilmu ssosial.
3. Keberatan ini tidak hanya berkaitan dengan historisme, tetapi juaga pendekatan-pendekatan lainnya.
Narativisme
Narativisme adalah suatu teori dalam filsafat sejarah bagaimana para sejarawan menafsirkan masa silam, namun bukan suatu ajakan agar peneliti sejarah bebas berkhayal tapi tetap memperhatikan fakta fakta yang terjadi pada masa silam.
Konsep-Konsep Historis
karena sifatnya yang interpretative, maka konsep-konsep historis berlawan dengan suatu pendekatan kausalitas terhadap kenyataan historis.
Periodisasi
Periodisasi ialah membagi bagikan pross historis seluruhnya menurut sedertan periode-periode historis yang masing-masing memperlihatkan suatu keberkaitan intern yang relative lebih besar.
Pengantar
Adakah Pengkajian Sejarah Sebuah Ilmu?
Sifat ilmiah atau non ilmiah pengkajain sejarah tergantung pada 2 variabel:
1. Jangkauan yang diberika pada akata ilmu
2. Adakah kita seorang penganut CLM atau hermeneutika dan narativisme
Buku ini tidak bermaksud menggiring pembaca kearah suatu pendapat tertentu, maka secara konsekuen dipakai istilah netral pengkajian sejarah bukannya ilmu sejarah.
Alasan-Alasan Pro Pengkajian Sejarah Yang Interdisipliner
1. Dengan bantuan ilmu-ilmu sosial pernyataan pernyataan mengenai masa silam dapat diperinci
2. Suatu teori sosial ilmiah mengadakan hubungan antara berbagai variable
3. Kaitan yang diadakan oleh suatu teori sosial dapat member tempat dalam tijauan sejarah
4. Pendekatan sosiohistoris dapat membantu mengerti perubahan-perubahan yang terjadi.
Alasan Kontra Pengkajian Sejarah Yang Interdisipliner
1. Dua keberatan yang sifatnya praktis
2. Pendekatan sosio historis sering dipersalahkan memotong kekayaan historis
3. Peringatan apa yang dapat diharapkan dari ilmu-ilmu sosial bagi pengkajian sejarah
4. Pengkajian tradisional lebih mmapu menampilkan suatu pandanagn luas mengenai masa silam.
Bata Yang Samar-Smar Antara Pengkajian Sejarah Dan Ilmu Sosial
Dalam praktik penelitia, batas-batas antara pengkajian sejarah dan ilmu sosial sering agak samar-samar.Seorang ahli ilmu sosial secara de facto melakukan penelitian historis, tetapi dengan demikian perbedaan formal antar pengkajian sejarah dan ilmu-ilmu sosial tidak dihapuskan.Para peneliti ilmu sosial merumuskan konsep-konsep umum, sedangkan peneliti sejarah merumuskan yang singular dan hanay satu kali terjadi.
Sejarah dan Psikologi
Pengkajian sejarah menekuni kelakuan manusia pada masa silam.Cara manusia itu berkelakuan, untuk bagian besar, diteliti oleh para ahli psikologi.Maka dari itu, dapat diduga bahwa pengetahuam psikologis berguna bagi seorang peneliti sejarah. 10.2.1 Sejarah Mentalitas
Pada zaman antic para ahli piker telah melihat persamaan antara proses sejarah dalam keselueuhannya dan proses hidup seseorang. Ini mengakibatkan, bahwa proses perkembangan psikologis dalam diri seseorang Individu (masa kanak kanak, remaja, dewasa, dan usia tua) diproyeksikan kedalam sejarah.
Karena para sejarawan Eropa dan para filsuf sejarah sesudah renaissance, condong melihat runtuhnya Kerajaan Roma sebagai tamatnya zaman antik yang kemudian disusul oleh suatu periode baru dalam dejarah, maka tidak mengherankan, bahwa mereka mebagikan sejarah menurut dua ligkaran yang masing masing melintasi thap tahap kehidupan.
Sesudah S. Freud (1856-1939), tema sejarah dan psikologi memperoleh suatu dimensi yang lebih luas dan menarik juga. Berlainan dengan tradisi yang disebut diatas , maka Freud justru melihat suatu pertentengan anatar manusia dan sejarah, atau dengan lebih tepat, antar individu dan peradaban. Panadangan Freud berbeda dengan Roussesau dan Marx, mereka berpendapat kebahagiaaan perorangan dapat dijamin asal masyarakat disusun kembali.manusia itu pada dasarnya baik (rousseau) atau pada dasarnya mampu ikut serta dalam masyarakat tanpa batas. Orisinilitas Freud disebabkan, krena konflik antara individu dan masyarakat, antitese antara manusia dan peradaban, tidak diletakannya pada garis pemisah antara individu dan masyarakat, melainkan dalam batin manusia sendiri.
Di kemudian hari, N. Elias, dlam bukunya (mengenai proses peradaban), mencirikan pandangan Freud mengenai hubungan antara individu dan masyarakat serta menempatkannya di tengah data sejarah. Ciri Khas yang diberikan oleh Freud dan Elias kepada hubungan antara individu dan peradaban, menghalalakan konsep “superego kultural”.Superego dapat dilukiskan sebegai kepribadian kita, aspek dalam ‘‘tata nafsu” kita, alam perasaan dan alam pengalaman mengenai kenyataan yang dibentuk di bawah pengaruh kebudayaaan, peradaban masyarsakat yang meliputi kita.
Menulis sejrah mentalitas tentu saja menuntut agar sang peneliti mempunyia pengetahuan luas mengenai psikologi, tetapi bila kita tidak mepergunakan teori teori pskologis yang terinci, maka kita dapat mebatasi diri pada suat deskripsi mengenai mentalitas kolektif manusia zaman dahulu. Sejarah mentalitas yang lebih bersifat deskriptif ini, lebih menyerupai sejarah mengenai kepekaan kepekaan manusia, suatu sejarah mengenai cara ia mencintai, mengalami kematian kegembiraan dan ketakutan.
Phsyco-History
Adapun yang dinamakan “phsyco-history”, meneliti psikologi, keadanbatin, tokoh tokoh sejarah.Pra ahli pada umumnya menilai “phsyco-history” cukup negative, berlainan dengan pemikiran mereka terhadap sejarah mentalitas.Alasan utamanya adalah selalu didasarkan atas psikoanalisis ala Freud.
Sejarah dan Sosiologi
Sosiologi Mikro dan Makro
Individu tidak dilihat sebagai pencipta, melainkan sebagai hasil daya masyarakat.Wawasan sosiologis yang diperoleh lalu secara ideal dituangkan dalam bentuk hipotesa atau teori yang mengadakan kaitan kaitan antara berbagai segi dalam perbuatan manusia.
Pada awal perkembangannya ilmu sosiologi yaitu pada abad ke 18 atau 19, para penelitinya semula menaruh perhatian pada taraf makro, sedangkan pada abad kita ini mereka lebih tertarik pada aspek makro. John Stuart Mill mengadakan penelitian mengenai “principa media”, yang dimaksudkan dengan konsep itu ialah diterimanya penelitian sosiologis pada taraf mikro, Sebagai penelitian yang paling dapat diandalkan dan yang seharusnya merupakan dasar bgi semua penyusunan teori sosiologis.
Jelaslah bahwa pendekatan makrososiologis dan penelitaia mengenai “principa media”, paling berdekatan dengan pengkajian sejarah.Pendekatan makrososiologis dan penelitian mengenai “principa media” erat berkaitan dengan pengkajian sejarah. Sejauh obyek penelitiannya berbeda, pengkajian sejarah dan sosiologi memang jauh berbeda, tapi ada cukup banyak bidang yang bersama sama diteliti oleh pengkajian sejarah dan sosiologi. Bila sosiologi ambil jarak terhadap bahan sejarah, maka ini dapat terjadi lewat dua jalan :
1. Mengembangkan teori teori sosiologis mengenai perkembangan sejarah
2. Mengembangkan konsep konsep umum yang dapat dijadikan sarana untuk melikiskan sifat orang perorangan atau kelompok kelompok.
Teori-teori Sosiologis
Yang dibahas disini adalah teori teori makro yang nilainya bagi pengkajian sjarah lebih besar daripada teori mikro.Menurut Peeters ada tiga macam teori makro.Yang pertama ialah teori evolusi yang memperhatikan aspek perkembangan.Kemudian teori structural atau sistematis.Dan dan teori marxisme.
Adapun teori teori evolusi ini dapat dibagi menurut teori teori unilinier dan multilinier. Teori unilinier berasumsi bahwa semua bentuk masyarajat mengalami perkembangan yang sama yang sifat sifatnya dilukiskan oleh teori teori unilinier itu. Dalam teori structural, masyarakat dipandang sebagai suatu keseluruhan yang saling kait mengkait yang memiliki suatu dinamika intern.Di kemudian hari, analisis structural mendekati evolusianisme, sehingga jarak dengan pengkajian sejarah lalu juga berkurang.Perubahan ini dengan tepat dapat dilukiskan dengan mengambil sebagai contoh, konsep “kibernetika”.
Dalam bidang sosialpun dapat ditujukan proses proses kibernetis. Sebagai jawaban terhadap jawaban jawaban terhadap perubaan perubahan di dalam masyarakat yang bersangkutan, dengan maksud agar dsar dasar masyarakat agar dapat diselesaikan.Teori makrososiologis ketiga yang jauh lebih penting bagi pengkajian sejarah, daripada kedua teori tersebut diatas adalah marxisme.
Pandangan itu dapat dirinci lebih lanjut sebgai berikut: Ideologi bertujuan untuk mepertahankan hubungan hubungan social dan ekonomis yang sedang berlaku. Ideologi bukan harus memberikan alasan alasan guna meberikan bahwa keadaan seperti sekarang berlak baik adanya. Sekalipun semua ideologi ingin mempertahankan status quo, namun menurut marx kemenangan ploretariat terhadap kaum kapitalis tak dapat dihindarkan .seorang usahawan kapitalis memiliki sarana sarana produksi. Biaya pembelian dan pemeliharaan diperhitungkan lewat harga pasaran produk itu.
Proses ini tidak dapat diputar balik. Seorang usahawan yang tidak mau melakukan modernisasi dalam pabriknya harus menjual produknya dengan harga yang terlampau tinggi dan akhirnya harus menggiling tikar. Marilah proses itu kita pandang lebih jauh. Sejak dulu banyak keberatan diajukan terhadap system marx itu. Dari sudut ekonomi juga diajukan keberatan keberatan terhadap gagasan marx. Banyak peneliti sosiologi mempertanyakan gagasan marx, bahwa pendapat yuridis, etis, religious, dan politis pada suatu zaman tertentu selalu membenarkan hubungan hubungan dalam hak milik.
Konsep-konsep Sosiologis
Semua teori makrososiologis seperti teori evolusi, teori sistematik dan structural, dan teori marxisme pun jelas mepunyai segi segi spekulatif.Oleh Karena itu, teori teoritersebut diasingkan kegunaanya dalam pengkajian sejarah. Konsep lain yang berdekatan pada konsep konsep struktur, system, dan fungsi ialah peran social. Konsep konsep lain seperti sosialisasi, deviansi, dan control social, erat berjkaitan dengan visi struktualistis terhadap masyarakat.
Praktis semua masyarakat mempunyai stratifikasi social, yaitu hierarki atau susunan kelas social.Menerapkan konsep konsep social terhadap masa silam.Kadang kadang menimbulkan masalah yang tak terduga.Maka dari itu, pengertian pengertian sosiologis hendaknya dipergunakan dengan berhati hati.Sebuah teori yang baik pasti selalu, entah emplisit entah eksplisit, mencirikan gejala gejala mana yang dapat diajukan untuk menjelaskan teori itu.
Sejarah dan Ekonomi
Adapun ilmu ekonomi, meneliti masalah mengenai pembagian barang barang langka, serta kemungkinan tak terbatas dan yang saling mengesampingan dalam mempergunakannya. Dalam pengkajian sejarah modern, terdapat dua aliran yang ingin bekerja sama erat dengan ekonomi. Yang pertama adalah sekelompok sejarawan perancis yang mengisi majalah Annales(Mashab Annales). Sekelompok lainyang menganut New Economic History (cliometri).
Mazhab Annales
Taka dapat diasingkan lagi bahwa braudel merupakan eksponsen utama dari Mazhab Annales dan oleh banyak sejarawan bukan Perancis, Braudek disanjung sebagai sejarawan terkemuka abad ini.Pembagian waktu menurut tiga macam tempo memberi kesan seolah olah lapisan yang lebih dalam, secara kasual juga lebih penting.Disini kita berhadapan dengan beberapa persoalan. Tak dpat disangkal bahwa sebuah peristiwa politis penting seperti perang dunia ke II, lebih menyebabkan perkembangan ekonomi terrtentu.
Mengingat bahwa hubungan antara tiga taraf tadi agak samar samar, maka tidak mengherankan bahwa perhatian Braudel diarahkan kepada taraf tengah yaitu taraf konyektur. Yang diusahakan Braudel dalam bukunya yang pertama ialah menulis semaca histori globale, yaitu suatu penulisan sejarah yang mensitesakan semua aspek dari masa silam.Namun sesudah tahun 1970, para peneliti sejarah mulai menyadari bahwa pendekatan ala Brudel muda sekali menjadi berat sebelah.Hanya memperhatikan aspek aspek ekonomis masa silam saja.
Disamping segala pujian yang pantas kita sampaikan kepada para sejarawan dari kawasen annals perlu juga diberikan kritik.
Kliometri.
Mereka mempergunakan wawasan wawsan yang dikembangkan oleh para pembela CLM, sebuah contoh baik bagaimana filsafat sejarah ada gunanya bagi praktek penelitian sejarah.
Analisis Kontrafaktual
Ada dua kesukaran lain yang erat berkaitan yang satu dengan yang lain. Bila kita mempergunakan countrefectual kita menciptakan seamcam dunia bayangan suatui dunia yang de facto tak pernah ada. Masalah kedua ialah , dunia bayangan itu tidak dengan serta merta dituliskan oleh seorang sejarawan.
Modul Modul
Perbedaan kedua antara Kliometri dan pengkajian sejarah ekonomi tradisional ialah dipergunakannya modul modul ekonomi.Dalam ilmu ekonomi dan pengkajian sejarah ekonomi hubungan antara modul dan kenyataan justru sebaliknya.adapun modul modul ekonomis ialah modul modul dinamis, untuk meneliti kenyataan historis dan sudut ekonomi dapat disusun serangkaian rumus belajar.
Sejarah dan Filsafat Sejarah Intelektual
Bila ita meninjau perubahan perubahan dalam sejarah intelektual sepertinya Nampak dalam karya skinner, pocock, dan Foucault maka selalu disuarakan kritik terhadap tekstualisme dalam sejarah intelektual tradisional. Tak dapat diasingkan bahwa pendekatan baru ini dalam sejarah intelektual, menghasilkan pandangan pandangan baru yang penting.Baru sesudah kita mempunyai suatu dengan sementara dengan mengenai maksud seorang pengarang, kita dapat merekonstruksi kembali peralatan konseptualnya atau epistemenya.
KEBEBASAN DAN KENISCAYAAN
Determinisme & Arus Sejarah yang Tak Terelakkan
Istilah “Keniscayaan” mempunyai dua arti: arti pertama yaitu Apayang terjadi di masa silam, masa kini, dan masa yang akan datang mengikuti garis yang tidak dapat diubahsebut saja “Doktrin”. Arti kedua, konsep keniscayaan sebagai determinisme.Sejarah menurut bentuk tertentu tidak lagi menggunakan “keniscayaan” melainkan tak Tterelakkan.
Sejarah yang Tak Terelakkan
Penalaran “que-sera-sera” yang berarti bahwa sejarah akan berkembang menurut arusnya yang tak terelakkan, lepas dari usaha manusia. Kaum Marxis mengatakan “Kapitalisme akan runtuh” ini tak terelakkan dan atas puing-puingnya akan dibangun masyarakat tanpa kelas. Namun masih adaalasan-alasan lain untuk mendukung doktrin mengenai sejarah yang tak terelakkan. Diajukan beberapa keberatan terhadap pemahaman ini, sebab apa yang sudah terjadi dalam sejarah dapat diterangkan menurut sebab-akibat, tetapi ini tidak berarti bahwa kita dapat meramalkan apa yang akan terelakkan dimasa depan.
Determinisme
J. Stuart Mill berpendapat bahwa determinisme merupakan suatu pola hukum. Ada hukum-hukum alam, ada juga hukum bahwa setiap peristiwa disebabkan oleh peristiwa lain. Secara ilmiah, hukum determinisme tidak dapat dikatakan benar atau tidak benar.
Kebebasan dan Keniscayaan
Keberatan paling umum diajukan kepada determinisme karena determinisme menghilangkan kebebasan manusia dan tanggung jawab moralnya. Doktrin mengenai arus sejarah tak terelakkan menyisihkan kepercayaan kita akan kebebasan yang dapat memilih antara beberapa alternatif. Bila perbuatan kita selalu ditentukan oleh hukum, maka hukum itu mengatur kehidupan manusia.Boleh dikatakan bahwa paham determinisme memberi relief tersendiri terhadap kebebasan manusia.
Kesangsian
DavisHume berkeyakinan bahwa kebebasan dan determinisme tidak saling mengucilkan, melainkan saling mengandaikan.Ada struktur sosial dan mental yang seolah-olah memaksa seseorang untuk berbuat ini dann itu. Menurut Kant, kebebasan manusia mematahkan rangkaian alasan-alasan kausal, yang bagi seseorang determinisme merupakan satu-satunya titik pangkal untuk mendekati kelakuan manusia.
NILAI-NILAI DALAM PENGKAJIAN SEJARAH
Sejarah kita sebut subyektif apabila terdapat sejarawan didalamnya. Sedangkan sejarah kita sebut obyektif apabila bila hanya obyek penulisan yang dapat kita amati. Pengertian “subyektif” dan “obyektif” dapat disamakan dengan “terpengaruh tidaknya seorang sejarawan oleh nilai-nilai tertentu”.
Alasan yang Membela Subyetivisme
a. Alasan induksi bahwa penullisan sejarah selalu bersifat subyektif. Kita dapat menyimpulkan bahwa setiap telaah historis, baik dari masa silam, masa kini atau masa depan, bersifat subyektif.
b. Alasan relativisme Ch. Beard dan J. Romein membedakan antara:
1) Masa silam
2) Bekas-bekas yang ditinggalkan masa silam, berwujud dokumen, prasasti, dan sebagainya
3) Bagaimana kita menggambarkan masa silam itu.
Alasan nomor 1 dan 2 menjuruskan penulisan sejarah menjadi subyektif, karena sumber-sumber dari masa silam.
c. Alasan bahasa menurut L. Strauss, penilaian dan kata-kata yang mengandung suatu penilaian,justru perlu agar penulisan sejarah dapat diterima.
d. Alasan idealistis kenyataan merupakan hasil dari budi manusia. Tak pernah seorang sejarawan dapat menulis secaraobyektif, karena obyektivitas mengandaikan pemisahan antara subyek yang mengetahui dan obyek yang diketahui.
e. Alasan marxis yang mendukung subyektivitas seorang sejarawan yang tak terelakkan. Bagi seorang Marxis, pengetahuan kita selalu berakar dalam pergaulan kita dengan kenyataan.
Alasan yang Mendukung Obyektivisme
a. Memilih obyek penellitian seorang sejarawan sudah bersikap subyektif ketika memilih obyek bagi penelitian sejarah, karena pemilihan itu ditentukan oleh kesukaan pribadi.
b. “Wertung” dan “Wertbeziehung” seorang sejarawan selalu bersifat subyektif karena bahan yang diteliti ialah perbuatan manusia dimasa silam, selalu diresapi oleh nilai-nilai.
c. Alasan seleksi para sejarawan disalahkan bertindak secara subyektif, karena mereka menyeleksi bahannya, memilih apa yang disebut dan yang tidak disebut dalam uraiannya mengenai peristiwa-peristiwa masa silam.
d. Alasan antiskeptisisme atau antirelativisme semua penulisan sejarah dapat dikaitkan dengan nilai-nilai yang dianut oleh seorang sejarawan atau yangumum diterima pada saat ia menulis uraian historisnya.
e. Alasan dan sebab musabab penulisan seorang sejarawan selalu dapat diterangkan dengan berpangkal pada nilai-nilai yang diterapkan oleh sejarawan itu, serta mengingat keadaan historis ketika ia menulis uraian itu.
f. Alasan propaganda para subyektivis berusaha untuk membela pendapatnya, khusus dalam menghadapi penalaran yang disebut diatas tadi.
g. Alasan analogi para obyektivis membela kadar obyektivitas dalam pengetahuan sejarah, dengan membandingkan pengkajian ilmu sejarah dengan ilmu eksata.
KESADARAN HISTORIS
Kesadaran Historis
Oakeshott pernah menarik perhatian kita bagi kenyataan, bahwa konsep ”perubahan”, sebetulnya merupakan sebuah konsep yang paradoksal, karena memperpadukan pengertian mengenai perbedaan dengan pengertian mengenai sesuatu yang tetap sama. Menulis sejarah berarti, bahwa kita menjembatani sebuah jurang yang sebelumnya telah kita gali sendiri.
Timbulnya Kesadaran Historis
Kesadaran historis dibangkitkan karena perubahan-perubahan sosial dan politik yang mendalam di Eropa Barat, akibat Revolusi Prancis dan Revolusi Industri. Kesadaran historis itu menjadikan manusia mirip dengan pahlawan (yang merebut api dari kediaman para dewa) kemampuan untuk memberi bentuk kepada kenyataan historis direbut dari tangan Tuhan.
Zaman Kita Sekarang Ini
Harus diakui bahwa kuantitas dan kuallitas sejarah abad ke-20 jauh mengatasi penulisan sejarah pada abad-abad yang lampau.Penulisan kita yang demikian maju, mengandung bahaya bahwa masa silam dijadikan sebuah obyek belaka, yang kita jadikan obyek tidak lagi diri kita sendiri, melainkan terletak di muka kita sebagai suatu benda yang mati.
KETERLIBATAN
Keterlibatan Moderat yang Dianut H. Zinn
Ia membela penulisan sejarah yang moderat-terlibat, lalu menelusuri, apa konsekuensinya bagi penulisan sejarah. Ia mulai menandaskan, bahwa harapan kita terhadap ilmu pengetahuan ialah supaya bermanfaat bagi masyarakat. Usul-usul Zinn sebagai berikut:
a) Pengkajian sejarah hendaknya menimba ilham dari cita-cita Fajar Budi.
b) Seterusnya Zinn minta dari seorang sejarawan, agar ia memaparkan sejarah dari perspektif orang-orang yang menjadi korban proses sejarah.
c) Seorang sejarawan terus-menerus harus menyadarkan kita, bahwa tata tertib dalam masyarakat dewasa ini kebetulan saja terjadi begini dan dan terikat akan keadaan pada waktu tertentu.
d) Akhirnya sejarah membuka jalan, agar kita dapat belajar dari kesalahan-kesalahan dan kesuksesan-kesuksesan manusia dahulu kala.
Masalah-masalah Sekitar Penulisan Sejarah yang Terlibat
Keterlibatan yang dipergunakan sejarah sebagai sarana untuk membangun suatu masa depan yang lebih baik, mengurangi keterbukaan dan penerimaan kita bagi perspektif-perspektif baru dan tak terduga untuk membangun masa depan itu.
Mazhab Frankfurt
Seorang sejarawan harus terlibat pada kebenaran. Keterlibatan pada kebenaran mewajibkan seorang sejarawan memperhatikan, apa yang salah dalam masyarakat kita dewasa ini, serta memberi sumbangan agar masyarakat dapat diperbaiki.
MAKNA SEJARAH
Menjernihkan Pengertian-pengertian
Ucapan “makna sejarah” dapat diberi empat tafsiran. Pertama, kita memaknai sejarah sebagai sebuah pertanyaan mengenai tujuan terakhir, yang dilaksanakan dalam perjalanan proses sejarah. Kedua, sebagai pertanyaan mengenai arti proses sejarah. Ketiga, sebagai pertanyaan mengenai tujuan dan gunanya pengkajian sejarah.Keempat, sebagai pertanyaan mengenai arti pengkajian sejarah.
Makna dan Tujuan Proses Historis
Makna sejarah terletak pada kemampuan kita, agar secara bebas dan dengan kesadaran penuh mengenai tanggungjawab etis kita dapat memilih, bagaimana wajah hari depan itu dan bagaimana kita secara optimal dapat memberi makna dan isi kepada sejarah itu.
Makna Proses Historis
Pemberian makna pada masa silam tidak boleh dilakukan secara otonom, semata-mata seperti dianjurkan oleh Kant dan Popper. Makna sejarah memang tidak terdapat di dalam proses sejarah yang disusun oleh fakta-fakta itu. Kita harus menafsirkan proses sejarah, sejauh kita mengetahui proses itu.
Makna Pengkajian Sejarah
Mencari dan memperoleh pengetahuan mengenai masa silam menghasilkan kepuasan intelektual. Pengkajian sejarah, serta kesadaran historis modern, termasuk faktor-faktor paling penting yang menentukan proses historis. Oleh karena itu, di tengah-tengah mata kuliah di iniversitas, pengkajian sejarah termasuk mata kuliah yang mungkin paling berbahaya.Justru karena sama-sama mengandung bahaya dan harapan, maka perlu sekali agar kita menyusun suatu gambaran mengenai masa silam yang dapat dipercaya dan yang bersifat realistis. Justru zaman kita inimemerlukan citra itu, karena sekarang konsekuensi perperbuatan kita berjangkau lebih jauhke depan, daripada dahulu.
0 Response to "Filsafat Sejarah"
Posting Komentar