-->

Kabinet Djuanda (April 1957 - Juli 1959)

Proses Pembentukan Kabinet Djuanda
Pada awal tahun 1957, tepatnya pada bulan Januari 1957, ketegangan politik bangsa kian memuncak ketika terjadi pengunduran diri beberapa menteri dari kabinet Ali II.Peristiwa ini berlangsung antara tanggal 9 hingga 15 Januari 1957. Ide untuk melakukan reshuffle memang sempat mengemuka, akan tetapi presiden tidak mengaktualisasikannya karena dipandang tidak dapat menjamin stabilitas pemerintahan dan keselamatan negara. Selain itu, Konstituante yang telah melakukan persidangan selama lebih satu tahun, belum juga menyusun undang-undang dasar baru penggganti UUDS 1950 hal ini menambah hangat krisis politik dalam negeri.Terbentuknya dewan-dewan militer didaerah - daerah yang menentang pemerintah pusat, membuat situasi semakin gawat. Oleh karena itu, sehari sebelum kabinet Ali menyerahkan mandatnya , presiden menyatakan negara dalam keadaan bahaya. Setelah kabinet Ali jatuh, penyakit lama kambuh lagi, yaitu partai-partai politik melakukan politik “dagang –sapi” untuk merebut kedudukan.Akhirnya presiden Soekarno menunjuk Ir. Djuanda yang non partai untuk membentuk kabinet baru.Kabinet Djuanda resmi terbentuk pada tanggal 9 April 1957 dalam keadaan yang tidak mennggembirakan.Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya.dengan komposisi Perdana Menteri Ir. Djuanda dengn 3 orang wakil yaitu Mr. Hardi, Idham Chalid, dan Dr. Leimena. Kabinet ini memiliki tugas berat terutama dalam menghadapi pergolakan di daerah-daerah, perjuangan mengembalikan Irian Barat, dan menghadapi keadaan ekonomi dan keuangan yang buruk.

Namun, sebagian besar masyarakat menganggap bahwa tindakan Presiden inkonstitusional (tidak menurut UUD).Bahkan Masyumi menentang tindakan tersebut dengan memecat salah seorang anggotanya yang mau diangkat menjadi menteri dalam Kabinet Karya.Sementara tokoh-tokoh PNI maupun NU menyatakan bahwa keadaannya tengah gawat (darurat).2Bung Hatta sendiri juga menganggap bahwa tindakan Presiden inkonstitusional. Presiden memang berwenang menunjuk formatur, tetapi dengan pengertian, yang menjadi formatur tidak boleh sama dengan orang yang menjabat Presiden.

Kedudukan Kabinet Karya saat itu memegang andil yang cukup besar bagi perkembangan kenegaraan di Indonesia, meskipun hanya bertahan selama 2 tahun saja.Pada masanya, banyak peristiwa yang turut menentukan kedudukan negara dan masyarakat Indonesia di kemudian hari, baik yang menyangkut sistem pemerintahan dan demokrasi maupun perjuangan menghadapi Belanda.Akan tetapi, Presiden dengan kedudukannya yang baru sebagai Ketua Dewan Nasional (dibentuk pada bulan Mei 1957) memperoleh saluran resmi untuk memaksa kabinet menyetujui kehendaknya.Dewan nasional adalah bahan baru yang dimaksudkan untuk menampung dan menyalurkan kekuatan – kekuatan yang ada dalam masyarakat.Keberadaan dewan ini sebelumnya sudah diusulkan oleh presiden Soekarno ketika mengutarakan kosepsi presiden sebagai langkah awal dari terbentuknya demokrasi terpimpin.Sehingga kabinet tersebut tidak dapat bekerja secara independen karena banyak kebijakan-kebijakan strategis di putuskan oleh Presiden (dualisme kekuasaan pemerintahan).

Program Kerja
Program Kerja yang dirumuskan oleh pemerintahan Kabinet Djuanda antara lain :
  1. Membentuk Dewan Nasional (sesuai dengan konsepsi Presiden) dan sejak Juni 1957 membentuk Depernas (Departemen Penerangan Nasional); 
  2. Normalisasi keadaan RI; 
  3. Melanjutkan pelaksanaan pembatalan KMB; 
  4. Perjuangan Irian Barat; 
  5. Mempercepat pembangunan.

Beberapa peristiwa penting pada masa kerja Kabinet Karya antara lain :
  • Perjuangan Irian Barat yang dipimpin oleh pemerintAh dan digiatkan dalam aksi pembebasan Irian Barat. Aksi ini didukung oleh pihak militer dan alat-alat negara lainnya bersama-sama dengan berbagai organisasi massa, pemuda, wanita, veteran, ulama, petani, buruh, dan lain-lain. Pada pertengahan Oktober 1957 dibentuklah suatu panitia dengan nama Panitia Aksi Pembebasan Irian Barat, yang mempunyai cabang-cabangnya hingga daerah-daerah. Menteri Penerangan, Soedibjo, yang menjabat sebagai ketua Panitia Pembebasan Irian Barat pada tanggal 1 Desember 1957, dengan pengesahan Kabinet Karya, menginstruksikan kepada segenap kaum buruh yang tergabung dalam organisasi-organisasi buruh pada perusahaan-perusahaan Belanda untuk mengadakan aksi mogok total pada tanggal 2 Desember 1957 selama 1 hari 4penuh. Imbas dari mogok kerja tersebut adalah serangkaian aksi pengambilalihan perusahaan-perusahaan Belanda yang berlangsung antara tanggal 3 hingga 13 Desember 1957.

     
  • Pendirian “Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia” pada tanggal 10 Februari 1958 dengan Husein sebagai ketuanya. Tujuan gerakan ini adalah “menuju Indonesia yang adil dan makmur”. Gerakan tersebut mengirimkan ultimatum kepada Kabinet Karya yang berisi :

    1. Pembubaran Kabinet Karya dan pembentukan Kabinet Kerja bercorak nasional di bawah pimpinan Hatta-Hamengku Buwana. 
    2. Presiden supaya kembali ke kedudukannya yang konstitusional.
    3. Tuntutan supaya dipenuhi dalam waktu 5x24 jam, bila ditolak akan mengambil gerakan sendiri.
    4. Kabinet Karya dengan tegas menolak ultimatum tersebut dan menjawabnya dengan memecat perwira-perwira AD yang terlibat langsung seperti Husein, Simbolon, Jambek, dan Lubis.
     
  • Pendirian “Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia” (PRRI) tepat setelah berakhirnya masa berlaku ultimatum “Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia”. PRRI dipimpin oleh Syafrudin Prawiranegara -mantan Presiden PDRI- dan berkedudukan di Bukittinggi. Sepak terjang PRRI makin mengIndonesia ketika Permesta pada hari berikutnya mendukung dan bergabung dengan PRRI, sehingga gerakan mereka disebut dengan PRRI-Permesta. Permesta berpusat di Manado, bermarkas di Markas Dewan Manguni yang didirikan pada tanggal 17 Februari 1958 di bawah pimpinan Mayor Somba.
     
  • Penentuan batas wilayah perairan atau laut teritorial Indonesia dari 3 mil menjadi 12 mil, dihitung dari garis pantai pada waktu air laut surut dan zona ekonomi eksklusif sejauh 200 mil dari pantai yang dikenal dengan “ Deklarasi Djuanda” Selain peristiwa diatas pada masa kerja Kabinet Karya tersebut, dalam melaksanakan program pembangunan Indonesia, mengalami banyak kendala terutama dalam hal pembiayaan. Kendala ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
    1. Biaya menumpas pemberontakan PRRI-PERMESTA begitu besar (sampai pertengahan 1958 mencapai lebih dari Rp 5.000.000,00); 
    2. Kekurangan penerimaan karena sistem ekonomi barter dan merebaknya penyelundupan; 
    3. Defisit penerimaan yang begitu besar. Pada tahun 1958 kurang lebih Rp 9.500.000,00 ; tahun 1958 Rp 7.911.000,00 ; sehingga berakibat inflasi karena pemerintah hanya mampu menutupinya dengan uang muka (pinjaman) dari Bank Indonesia.

Pembubaran Kabinet Djuanda
Berakhirnya masa kerja Kabinet Karya berawal dari diterimanya gagasan “kembali ke UUD 1945” pada tanggal 19 Februari 1959 yang dicetuskan oleh Nasution dalam konferensi Komando Daerah Militer pada bulan yang sama. Menurut putusan sidang Kabinet Karya pada tanggal 19 Februari 1959, Presiden akan menyampaikan amanat kepada Konstituante berisi permintaan agar UUD 1945 diundangkan kembali. Merujuk pada UUDS 1950, untuk mengambil keputusan dalam suatu kasus, minimal dua pertiga anggota Konstituante harus menghadiri sidang, dan dua pertiga dari mereka itu memberikan suara setuju.Akan tetapi sampai tiga kali Konstituante mengadakan pemungutan suara, ternyata mayoritas yang diperlukan tidak pernah tercapai, sehingga banyak anggota yang tidak mau lagi menghadiri sidang-sidang Konstituante.Pihak yang pro bersama pihak militer kemudian mendesak Presiden Soekarno untuk mengundangkan kembali UUD 1945 dengan dekrit. Dekrit Presiden yang disampaikan tanggal 5 Juli 1959 berisi :

  1. Pembubaran Konstituante. 
  2. Berlakunya kembali UUD 1945. 
  3. Pemakluman bahwa pembentukan MPRS dan DPAS akan dilakukan dalam waktu sesingkat-singkatnya. (Moedjanto, 1992:114).Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka sistem demokrasi liberal Indonesia berganti dengan demokrasi terpimpin.Kabinet Karya pun dibubarkan dan digantikan oleh Kabinet Kerja.

Sumber :
Hamzah, A., 1988. Laut, Teritorial, dan Perairan Indonesia: HimpunanOrdonansi, Undang-Undang Dan Peraturan Lainnya. Jakarta: CV. Akademika Pressindo.
Moedjanto, G. 1992. Indonesia Abad ke-20 Jilid 2: Dari Perang Kemerdekaan pertama sampai PELITA III. Yogyakarta: Kanisius.
Sandra. 2007. Sejarah Pergerakan Buruh Indonesia. Jakarta: Trade Union Rights Centre.
Notosusanto, Nugroho dan Marwati Djoened P., 1984, Sejarah Nasional Indonesia VI, Jakarta, Balai Pustaka
Hardjowidjono, Dharmono, 2005, Sejarah Indonesia Modern (terjemahan), Yogyakarta, Gadjah Mada University Press
Mustopo, Habib., 2006, Sejarah SMA Kelas XII Progrma IPS, Jakarta, Yudhistira

0 Response to "Kabinet Djuanda (April 1957 - Juli 1959)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel