Ulasan buku "Partai Masyumi Dalam Dinamika Demokrasi di Indonesia"
Februari 03, 2016
Add Comment
A. Identitas Buku
a. Judul Buku : Partai Masyumi Dalam Dinamika Demokrasi di Indonesia
b. Penulis Buku : Insan Fahmi Siregar
c. Penerbit : Widya Karya Semarang
d. Kota Terbit : Semarang
e. Tahun Terbit : September 2014
f. Halaman : xiv,160.;23 cm
B. Book Report
Partai masyumi merupakan salah satu parati politik yang lahir dari rahim proklamasi kemerdekaan Indonesia. Partai Masyumi merupakan satu-satunya paratai politik yang berazaskan Islam yang lahir awal kemerdekaan. Paratai masyumi telah melaksanakan peranya dalam setiap persoalan kebangsaan dan konstituante, terutamnaya pada masa demokrasi parlementer. Seiring dengan keterlibatan masyumi dalam merespon berbagai persoalan kebangsaan dan kenegaraan disadari dan tidak di sadari ternya berdampak pada perjalanan partai masyumi dalam percaturan politik di Indonesia.
Perjalanan partai Politik Masyumi dimulai dari awal-awal kemerdekaan Indonesia. Kedudukan umat Islam secara politik pada awal Kemerdekaan tidak mengembirakan, karena kurang terwakilinya tokoh Isalam dalam KNIP dan kurang kurang diakomodasi aspirasinya umat Islam dalam menata kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia. melihat kedudukan umat Islam dan aspirasi umat Islam yang kurang diakomodasi kemudian menimbulkan kesadaran dikalangan tokoh-tokoh Islam untuk membentuk paratai politik Islam. Untuk menjawab tantangan itu maka serangakaian pembicaraan dan diskusi dilaksankan yang awalnya secara informal, yang diantaranya dari K.H Wahid Hasyim , Abdul Kahar Muzakkir dan Moh. Room, selain ketiga tkoh inijuga masih ada tokoh lainya. Agar terbentuknya paratai politik Islam maka di adakan pertemuan secara formal untuk membahas terbentukanya paratai politik Islam. Pelaksanaan pertama adalah di Yogyakarta pada tanggal 10 Oktober 1945. Dalam rapat ini medapatkan angin segar setelah kluar muklumat pemerintah tanggal 3 November 1945.
Maklumat pemerintah yang berisi tentang pendirian paratai-partai Politik, inilah yang menjadi landasan yuridis bagi umat Islam untuk membentuk paratai Islam. Selang empat hari keluarnya maklumat tersebut umat Islam mengadakan Muktamar umat Islam di gedung Mualimin Yogyakarta tanggal 7 dan 8 November 1945 yang di perkasaioleh Majelis Syuro Muslimin Indonesia. Salah satu pembicaraan hangat dalam muktamar adalah masalah nama partai. Terdapat dua arternatif nama partai yaitu Masyumi danPartai Rakyat Islam. Untuk menentukan nama dilakukan pemilihan, dengan perolehan suaara 52 suara memilih Masyyumi dan 50 suara memilih Partai Rakyat Islam. Meskipun selisih dua akhirnya di sepakati Masyumi sebagai nama paratai.
Masuknya unsur-unsur organisasi dalam Masyumi sebagai anggota Istimewa memberi darah segar bagi Masyumi untuk mengembangkan sayap ke anggotaan, terutama dari kalangan umat Islam. Organisai Islam NU dan Muhamadiyah mendukung berkembangnya partai Masyumi. Perkembangan partai masyumi semakin pesat setelah bergabungnya berbagai organisasi Isalam yang bersifat lokal. Pada mulanya yang bergabung adalah Persatuan Umat Islam dan Perikatan Umat Islam, kemudian disusul persatuan Islam (Persi) di Bandung, Jami’ah Al-Wasliyah dan Al-Ittiahadiyah di Sumatera utara tahun 1948, Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) di Aceh tahun 1949, Al Irsyad pada tahun 1950 Mathul Anwar di Banten dan Nahdathul Wathan di lombok.
Selain ada organisai yang bergabung juga terdapat organisai yang melebur dengan partai Masyumi misalnya partai Muslimin Indonesia (Permusi) yangdidirikan di medan pada akhir November 1945. Dan serikat Muslimin Indonesia (SERMI) di Kalimantan Selatan.meskipun partai Masyumi sudah mendapat dukungan dari berbagai organisasi Islam namun Partai Masyumi tidak berhentu di situ saja. Partai Masyumi tetap melakukan usaha unruk merekrut anggota dengan cara mendirikan berbagai bentuk organisai yang bersifat Otonom. Misalnya pendirian serikat Tani Islam Indonesia (TSTII), Serikat Buruh Islam Indonesia (SBII)dan Serikat Nelayan Islam Indonesia (SNII).
Adanya dukungan dari berbagai organisasi , baik organisasi Islam yang bersifat nasional maupun lokal, dan dukungan dari barbagai kaum profesianl mendukung tumbuhnya kuantitas anggota Masyumi. Partai masyumi pada awal revolusi sudah mempunyai cabang dan anak cabang hampir di seluruh wilayah indonesia, bahkan cabang Masyumi sudah di bentuk di kepulauan Kai (Irian), yang ketika itu masih di kuasi oleh Belanda. Namun ke anggotaan Masyumi mengalami pengurangan setelah NU keluar dari Masyumi tahun 1952. NU keluar dari Masyumi dikarenakan kurang terakomodasinya keinginan dan kepentingan NU dalam Masyumi.
Pemilu pertama diadakan pada tahun 1955. Partai Masyumi memperoleh suara terbanyak ke dua setelah PNI. Bahkan di antara partai Islam , Masyumi merupakan partai terbesar di antara partai Islam lainya dengan perolehan suara sebanyak 7.789.619 untuk konstituante, serta pemilihan DPR Masyumi memperoleh 7.903.886 suara. Peroleham sura Masyumi menyebar diseluruh daerah pemilihan dan yang terbanyak di peroleh dari daerah Jawa Barat. Partai masyumi merupakan partai yang paling luas kawasan pengaryhnya di Nusantara, dibanding partai-partai lainya. PNI menang di dua daerah pemilihan , dan NU juga memenangkan dua daerah pemilihan, bahkan PKI tidak menang didaerah manapun. Untuk Masyumi sendiri memengkan sepuluh daerah peemilihan.
Berkurangnya angota Masyumi, baik karena keluarnya anggota istimewa dari masyumi maupun tidak jalanya aktifitas Masyumi di Berbagai daerah yang berdampak langsung terhadap kekuatan politik Masyumi. Kekuatan partai politik Masyumi semakin merosot akibat berkurangnya keanggotaan Masyumi. Berkurangnya Keanggotaan Masyumi semakin memberi peluang bagi lawan politik Masyumi untuk menekan partai Masyumi. Sukarno melihat betul perkembangan ysng terjadi di kalangan internal Masyumi, dan kesempatan inilah digunakan sukarno menekan terus menerus. Tekanan sukarno semakin lama semakin keras hingga akhirnya sukarno membubarkan partai Politik Masyumi.
Kbinet Syahrir merupakan kabinet pertama yang ada di Indonesia dalam sistem pemerintahan parlementer. Ketika Syarir membentuk kabinetnya yang pertama tidak diikutsertakan Partai Masyumi dalam pemerintahan. Meskipun dalam kabinet Syahrir terdapat nama M. Rasyidi sebagai Mentri Negara, keberadaanya sebagai menteri atas nama peribadi bukan mewakili partai Masyumi. Sekalipun demikian , terbentuknya departeman agama pada tanggal 3 Januari 1946 tidak lepas peran politik yang dijalankan Masyumi dan yang menjadi mentrinya adalah M. Rasyidi. Masyumi bersifat krites terhadap kabinet Syarir dan tidak jarang bertentangan dengan pemerintahan, seperti dalam menyikapi permasalah imperalisme. Partai Masymi tidak setuju dengan sikap pemerintah yang mengedepankan perundingan dalam menghadapi Belanda. Bahakan Masyumi menuntut Syahrir menyerhakan mandatnya kepada Presiden dan hingga tuntutan itupun dipenuhi. Namun Presiden menujuk kembali Syahrir membentuk kabinet Baru.
Kabinet yang di bentuk Syahrir II terdapat kader-kader Masyumi seperti Arudji Kartawinata, sebgai menteri Muda Pertahanan, M. Natsir sebagai menteri penenrangan, Mr. Syarifudin Prawiranegara menteri muda keuangan, dan M. Rasyidsebgai menteri agama. Begitu juga halnya pada kabinet Syahrir III kader-kader Masyumi masih tetap menduduki beberapa jabatan Menteri seperti Mr. Moh. Roem sebgai menteri dalam negeri, Harsono Tjokroaminoto sebgai menteri muda pertahanan, M. Natsir sebgai menteri penerangan, Mr. Syafrudin Prawiranegara sebagai menteri Keuangan, Yusuf Wibisono sebagai menteri muda kemakmuaran, K.H. Faturahman sebagai menteri agama, dan K.H. Wahid Hasyim sebagai menteri negara. Meski terdapat kader didalam kabinet partai Masyumi tetap bersikap keritis terhadap pemerintahan. Bahkan sikap Masyumi semakin Keritis setelah adanya persetujuan Linggarjati. Partai Masyumi menolak persetujuan linggarjati karena merugikan kedaulatan republik Indonesia, dimana belanda mengakui kekuasan De facto RI atas Jawa, Madura dan Sumatera. Sikap kritis masyumi terhadap pemerintah berlanjut hingga kabinet Amir Syarifudin I. Pada kabinet ini kader masyumi tidak ada satupun yang duduk di dalam kabinet.
Setelah Kabinet Amir syarifudin jatuh Sukarno menujuk M. Hatta sebagai perdana menteri. Pada Kabinet Hatta, beberapa kader Masyumi duduk kembali dalam pemerintahan. Di antaranya adalah Sukiman sebagai menteri dalam negeri, Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai menteri penerangan, dan K.H. Masykur sebagai menteri agama. Ketika kabinet Hatta menjalankan pemerintahan, meletus pemberontakan PKI Madiun pada 18 September 1948. Pemberontakan PKI di Madiun menimbulkan Korban yang tidak sedikit dari kalangan umat Islam. Pemberontakan ini merupakan pengalaman pahit bagi Masyumi, sejak saat itu Partai Masyumi selalu menolak keras ikut kerjasam dengan kelompok komunis. Bahkan Masyumi selalu menyerang ideologi komunis yang dianut PKI. Agresi militer ke dua Belanda tanggal 19 Desember 1948 di Yogyakarta, mengakibatkan pemimimpin Indonesia ditawan. Seperti Presiden Sukarno, Wakil Presiden M. Hatta. Stelah pimpinan ditawan Syafrudin Prawiranegara membentuk Pemerintahan Darurat republik Indonesia (PDRI) di Bukit Tinggi pada 22 Desember 1948. Ketua dari pemerintah darurat Republik indonesia adalah Syfrudin Prawiranegara. Pembentukan PDRI menujukan kepada dunia Internasional Bahwa pemerintahan Indonesia masih ada. Ketika syafrudin menjalankan pemerintahan PDRI, Mr. Roem mengadakan perundingan dengan pihak Belanda yang diwakili oleh Van Royen. Perundingan ini mengahsilkan Van Royen-Roem statements(pernyataan van Royen-roem) pada tanggal 7 mei1949. Statemen ini berisi pengembalian pemerintah Republik indonesia di yogyakarta. Dan akan di adakan Konfrensi Meja Bundar (KMB) yang akan membahas proses penyerahan kedaulatan yang benar-benar tanpa syarat kepada RIS.
Meskipun Belanda sudah mengakui kedaulatan indonesia, namun bagi sebagian masyarakat belum pauas karena negara Indonesia bersifat serikat. Melihat kenyataan tersebut m Natsir sebagai ketua fraksi Masyumi di parlemen mengajukan mosi tentang pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia secara Aklamasi. Oleh karena itu Negara Indonesia menjadi NKRI yang di plokamirkan kembali secara resmi tangga 17 Agustus 1950. Keberhasilan mosi Natsir menambah simpati dari berbgai kalangan, termasuk dari Presideen Sukarno. Presiden Sukarna kemuadian menujuk M Natsir untuk membentuk Kabinet. Natsir mampu membentuk kabinet tanpa mengikutsertakan PNI dan PKI. Kabinet Natsir merupakan kabinet pertama seelah Indonesia kembali menjadi NKRI. Peranan Masyumi dalam pemerintahan sangat Besar pada masa awal Demokarasi parlementer.
Kabinet natsir tidak bertahan lama, karena ada tekanan dari kalangan oposisi. Menurut Yusuf Wibisono ada dua alasan mengapa natsir mengembalikan mandatnya. Pertama mosi Hadikusumo. Kedua kegagalan konfrontasi Irian Barat. Kegagalan Konfrontasi Irian Barat berakibat kurang baiknya hubungan antara Perdana Mentri M. Natsir dengan Presiden Sukarno. Ketidak harmonisan Perdana Mentri Natsir dengan Presiden Sukarno karena adanya perbedaan pendapat dalam menyikapi Irian Barat. Natsir menghendaki penyelesaian Irian barat dengan jalur diplomasi, sementara sukarno menhendaki dengan Konfrontasi, sesui pidato-pidato Sukarno.
Sikap oposisi Masyumi semakin menguat setelah Sukarno menujuk dirinya sebagai formatur kabinet pada 4 April 1957. Formatur kabinet bertugas membentuk Zaken kabinet Darurat ExstaraParlementer dan Dewan Nasional. Zaken Kabinet merupakan kabinet yang formasinya tidak menitik beratkan kekuatan politik pada parlemen, tetapi berdasarkan ke ahlian dan kecakapan menteri. Sukarno berasil membentuk kabinet Karya yang dipimpin oleh perdana menteri Juanda.
Peranan masyumi dalam pemerintahan mengalami pasang surut. Adakalanya masyumi berada dalam pemerintahan, dan bahkan menjadi kepala pemerintahan. Secara umum Partai Masyumi pada masa Revolusi menempatkan partainya sebgai partai Kritis terhadap Pemerintahan, sekalipun para kadernya duduk dalam pemerintahan. Sekalipun kader Masyumi ada yang menjadi Menteri, partai Masyumi tetap melakukan pengawasan terhadap pemerintah, dan bahkan sangat Kritis terhadap pemerintahan sehingga tidak heran kalu kabinet jatuh karena begitu besarnya peran politik yang dimainkan Masyumi pada masa revolusi. Pada masa demokrasi parlementer partai Masyumi menempatkan dirinya sebagai partai pemerintah. Bahkan berasil menempatkan para kadernya pada puncak kepemimpinan pemerintah seperti M Natsir, Sukiman,dan Burhanudin Harahap sebgai perdana mentri. Sementara itu Prawoto Mungunkasmito dan M. Roem sebgai wakil Perdana menteri.
Peran Masyumi dalam pemerintahan berkurang sama sekali ketika memasuki masa transiisi. Akibatnya Masyumi pada periode ini mendaptkan dirinya partai oposisi. Sikap oposisi terus berlanjut pada masa demokrasi terpimpin. Konsekuensi dari sikap oposisi yang mengantarkan partai Masyumi dibubarkan Presiden Sukarno pada bulan Agustus 1960. Seiring dengan itu secara legal formal peran politik Masyumi berakhir.
Kelurnya perintah Sukarno yang membubarkan Partai Masyumi pada masa Demokrasi Terpimpin tidak bisa dilepaskan dari adanya dorongan dari keyakinan dan pemikiran Sukarno sendiri. Kalau disimak dari beberapa pernyataan Sukarno tentang Partai Politik, maka sesungguhnya Sukarno Anti Multi paratai. Pemikiran ini bisa dilihat dari beberapa tulisanya pada masa pergerakan nasional, dan pidato Sukarno pada kahir bulan Oktober 1956. Pandangan sukarno yang menujukan anti Multi Partai bisa dilihat dari tulisanya dalam mencapai Indonesia Merdeka (1933). Sukarno mengatakan partai itu cukup satu, tidak dua, atau tiga , karena lebih dari satu partai maka akan membingungkan masa. Partai tunggal itu adalah artai pelopor. Partai pelopor hanya mengenal satu fikiran dan satu isme
Faktor lain yang mendorog Sukarno membubarkan Masyumi adalah sikap Masyumi yang selalu bertentangan dengan kebijakan Sukarno. Hampir pernyataan dan kebijakan Sukarno mualai pernyataan Sukarno yang ingin mengubur Paratai politik pada akhir Oktober 1956 dan kebijakan Sukarno yang mengeluarkan konsepsi Presiden 21 Februari 1957 selalau di kritisi dan di tentang Masyumi, sehingga Sukarno melihat Masyumi tidak bisa di ajak bergabung dalam barisanya.
Usaha Sukarno ingin mengakhiri riwayat Masyumi dilakukan secara berlahan dan berangsur-angsur. Langkah awal yang dilakukan Sukarno adalah mengurangi dan menghilangkan peran partai Masyumi dalam pemerintahan dan legislatif. Ketika Sukarno mengeluarkan konsepsi Presiden yang menghasilkan Kbinet Karya dan pembentukan dewan Nasional misalnya masyumi tidak dimasukan dalam kabinet dan dewan nasional. Begitu pula dalam kabinet Kerja yang di bentuk setelah keluarnya dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Setelah peran Politik Masyumi dalam pemerintahan dan lembaga-lembaga negara lainnya dihilangkan, maka langkah selanjutnya adalah mengodok beberapa peraturan yang menjurus pembubaran kepada pembubaran Parati Masyumi. Dewan Pertimbangan Agung (DPA) berhasil mengeluarkan produk undaang-undang yang kemudian di tuangkan dalam bentuk penetapan Presiden. Salah satu penetapan Presiden adalah no 7 tahun 1959 tentang syarat-syarat daan penyerderhanaan kepartaian yang ditetapkan pada tanggal 31 Desember 1959. Masyumi dimata Sukarno adalah musuh Revolusi. Dalam logika revolusi harus ditarik garis yang jelas dan tegas antara kawan dan musuh. Musih dalam logika revolusi Sukarno adalah Masyumi, karena masyumi selalu menentang kebijakan Sukarno.akibatnya Masumi harus menelan Pil pahit atas penentanganya terhadap Sukarno. Pel Pahit yang di telan Masyumi adalah dengan di kelurkanya keputusan presiden nomer 200 tahun 1960 tentang pembubaran masyumi.
Pembubaran partai masyumi dan PSI yang dilakukan Sukarno menimbulakan ketdak senangan di kalangan tentara terutama di kalangan para panglima militer di bebrapa daerah. Pembubaran paratai masyumi bukanlah semata-mata keinginan dari sukarno sendiri tetapi juga kehendak dari PKI. PKI sudah lama mengisolasi partai Masyumi, karena di anggap sebagai penghalang untuk berkuasa. PKI berhasil mempengaruhi Sukarno untuk membubarkan Masyumi. Dilatr belakangi saling ketergantungan dan kepentingan yang sama antara Sukarno dan PKI semakin memperkuat keduanya untuk saling berkerja sama. kerjasama diperlukan untuk menghadapi tentara dan Masyumi. Hal yang mebuat Sukarno dan Pki bekerja sama: (1.) keduanya sama-sama pernah di kecewakan sistem Demokrasi parlementer, dimana tidak mendapatkan kedudukan dalam pemerintah. (2.) keduanya sama-sama anti Masyumi (3.) keduanya sma-sama kuatir akan kekuatan tentara angkatan darat. Sejak awal tentara membenci PKI sementara itu Sukarno membutuhkan PKI sebagai kekuatan penyeimbang dalam menghadapi tentara. (4.) keduanya terinpirasi oelh ajaran Marxis terutamna dalam masalah revolusi. Kelurnya pernyataan pimpinan Partai Masyumi yang menyatakan Masyumi bubar diterima oleh para naggota Masyumi. Anggota Masyumi bisa menerima keputusan itu, karena anggota Masyumi sangat percaya Interitas moral para pemimpinya. Selain itu, anggota Masyumi juga bisa memaklumi keputusan pembubaran Masyumi, karena meskipun mereka merasa tidak bersalah tetapi realitanya mengatakan bahwa masyumi sudah dibubarkan oleh Sukarno. Secara umum anggota masyumi lebih memilih sikap diam, dan tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang menjurus kepada memanasnya situasi. Anggota Masyumi tidak melkukan pembangkangan terhadap keputusan Pimpinan Partai Masyumi yang menyatakan Masyumi bubar.
Meskipun parati Masyumi sudah menyatakan bahwa masyumi bubar, tetapi para pemimpin mantan masyumi tetap berusaha untuk mengajukan kasusu pembubaran Masyumi ke Pengadilan hal itu di tempuh mengingat dasar keputusan presiden no. 200 tahun 1960 tidak syah baik dari sudut hukum maupun rasa keadilan dan moral.berdasarkan hal ini masyumi berusaha mencari keadilan di pengadilan.
Kelebihan Buku
Dalam buku Perjalanan demkrasi Indonesia sangat dinamis dan penuh dengan dinamika. Dinamika demokrasi tersebut di pengaruhi oleh aktor-aktor yang terlibat langsung terhadap pilar-pilad demokrasi seperti paratai-partai politik dan presiden. Presiden Sukarno sebagai presiden pertama di Indonesia sangat banyak memberi warna dalam jalannya demokerasi di Indonesia. Begitu juga dengan paratai Politik Masyumi yang turut andil dalam mewarnai jalanya demokrasi di Indonesia. Buku “Partai Masyumi Dalam Dinamika Demokrasi Di Indonesia” ini adalah buku yang mengkaji perjalanan politik partai Masyumi, dari tahun 1945, samapai dengan tahun 1960.
Insan Fahmi Siregar menggali fakta-fakta sejarah yang belum pernah diungkap secara sistematis tentang berbagai dinamika politik partai masyumi dalam kacah demokrasi di indonesia. sebuah buku yang ringan namun penuh ilmu.
Kelemahan Buku
Dalam buku ini, sedikit ditemukan dari buku ini karena buku ini membahas rentang waktu yang lumayan panjang. Banyak penjelasn buku ini ada yang masih kabur. Seperti pembentukan Zeken kabint yang berdasrkan tidak berdasrkan kepartaian, namun ada anggota masyumi duduk dalam kabinet atas nama pribadi tetapi juga mengusulkan pembentukan menteri agama. Hal ini penulis tidak menjelaskan lebih detail. Terdapat pemihakan terhapap masyumi dalma penulisan buku ini.
a. Judul Buku : Partai Masyumi Dalam Dinamika Demokrasi di Indonesia
b. Penulis Buku : Insan Fahmi Siregar
c. Penerbit : Widya Karya Semarang
d. Kota Terbit : Semarang
e. Tahun Terbit : September 2014
f. Halaman : xiv,160.;23 cm
B. Book Report
Partai Masyumi Dalam Dinamika Demokarasi Di Indonesia
Perjalanan demkrasi Indonesia sangat dinamis dan penuh dengan dinamika. Dinamika demokrasi tersebut di pengaruhi oleh aktor-aktor yang terlibat langsung terhadap pilar-pilad demokrasi seperti paratai-partai politik dan presiden. Presiden Sukarno sebagai presiden pertama di Indonesia sangat banyak memberi warna dalam jalannya demokerasi di Indonesia. Begitu juga dengan paratai Politik Masyumi yang turut andil dalam mewarnai jalanya demokrasi di Indonesia. Buku “Partai Masyumi Dalam Dinamika Demokrasi Di Indonesia” ini adalah buku yang mengkaji perjalanan politik partai Masyumi, dari tahun 1945, samapai dengan tahun 1960. Perjalanan partai Politik Masyumi penuh dinamika, baik di kalangan intern paratai masyumi maupun ketika berhubungan dengan partai politik dan presiden Sukarno.Partai masyumi merupakan salah satu parati politik yang lahir dari rahim proklamasi kemerdekaan Indonesia. Partai Masyumi merupakan satu-satunya paratai politik yang berazaskan Islam yang lahir awal kemerdekaan. Paratai masyumi telah melaksanakan peranya dalam setiap persoalan kebangsaan dan konstituante, terutamnaya pada masa demokrasi parlementer. Seiring dengan keterlibatan masyumi dalam merespon berbagai persoalan kebangsaan dan kenegaraan disadari dan tidak di sadari ternya berdampak pada perjalanan partai masyumi dalam percaturan politik di Indonesia.
Perjalanan partai Politik Masyumi dimulai dari awal-awal kemerdekaan Indonesia. Kedudukan umat Islam secara politik pada awal Kemerdekaan tidak mengembirakan, karena kurang terwakilinya tokoh Isalam dalam KNIP dan kurang kurang diakomodasi aspirasinya umat Islam dalam menata kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia. melihat kedudukan umat Islam dan aspirasi umat Islam yang kurang diakomodasi kemudian menimbulkan kesadaran dikalangan tokoh-tokoh Islam untuk membentuk paratai politik Islam. Untuk menjawab tantangan itu maka serangakaian pembicaraan dan diskusi dilaksankan yang awalnya secara informal, yang diantaranya dari K.H Wahid Hasyim , Abdul Kahar Muzakkir dan Moh. Room, selain ketiga tkoh inijuga masih ada tokoh lainya. Agar terbentuknya paratai politik Islam maka di adakan pertemuan secara formal untuk membahas terbentukanya paratai politik Islam. Pelaksanaan pertama adalah di Yogyakarta pada tanggal 10 Oktober 1945. Dalam rapat ini medapatkan angin segar setelah kluar muklumat pemerintah tanggal 3 November 1945.
Maklumat pemerintah yang berisi tentang pendirian paratai-partai Politik, inilah yang menjadi landasan yuridis bagi umat Islam untuk membentuk paratai Islam. Selang empat hari keluarnya maklumat tersebut umat Islam mengadakan Muktamar umat Islam di gedung Mualimin Yogyakarta tanggal 7 dan 8 November 1945 yang di perkasaioleh Majelis Syuro Muslimin Indonesia. Salah satu pembicaraan hangat dalam muktamar adalah masalah nama partai. Terdapat dua arternatif nama partai yaitu Masyumi danPartai Rakyat Islam. Untuk menentukan nama dilakukan pemilihan, dengan perolehan suaara 52 suara memilih Masyyumi dan 50 suara memilih Partai Rakyat Islam. Meskipun selisih dua akhirnya di sepakati Masyumi sebagai nama paratai.
Masuknya unsur-unsur organisasi dalam Masyumi sebagai anggota Istimewa memberi darah segar bagi Masyumi untuk mengembangkan sayap ke anggotaan, terutama dari kalangan umat Islam. Organisai Islam NU dan Muhamadiyah mendukung berkembangnya partai Masyumi. Perkembangan partai masyumi semakin pesat setelah bergabungnya berbagai organisasi Isalam yang bersifat lokal. Pada mulanya yang bergabung adalah Persatuan Umat Islam dan Perikatan Umat Islam, kemudian disusul persatuan Islam (Persi) di Bandung, Jami’ah Al-Wasliyah dan Al-Ittiahadiyah di Sumatera utara tahun 1948, Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) di Aceh tahun 1949, Al Irsyad pada tahun 1950 Mathul Anwar di Banten dan Nahdathul Wathan di lombok.
Selain ada organisai yang bergabung juga terdapat organisai yang melebur dengan partai Masyumi misalnya partai Muslimin Indonesia (Permusi) yangdidirikan di medan pada akhir November 1945. Dan serikat Muslimin Indonesia (SERMI) di Kalimantan Selatan.meskipun partai Masyumi sudah mendapat dukungan dari berbagai organisasi Islam namun Partai Masyumi tidak berhentu di situ saja. Partai Masyumi tetap melakukan usaha unruk merekrut anggota dengan cara mendirikan berbagai bentuk organisai yang bersifat Otonom. Misalnya pendirian serikat Tani Islam Indonesia (TSTII), Serikat Buruh Islam Indonesia (SBII)dan Serikat Nelayan Islam Indonesia (SNII).
Adanya dukungan dari berbagai organisasi , baik organisasi Islam yang bersifat nasional maupun lokal, dan dukungan dari barbagai kaum profesianl mendukung tumbuhnya kuantitas anggota Masyumi. Partai masyumi pada awal revolusi sudah mempunyai cabang dan anak cabang hampir di seluruh wilayah indonesia, bahkan cabang Masyumi sudah di bentuk di kepulauan Kai (Irian), yang ketika itu masih di kuasi oleh Belanda. Namun ke anggotaan Masyumi mengalami pengurangan setelah NU keluar dari Masyumi tahun 1952. NU keluar dari Masyumi dikarenakan kurang terakomodasinya keinginan dan kepentingan NU dalam Masyumi.
Pemilu pertama diadakan pada tahun 1955. Partai Masyumi memperoleh suara terbanyak ke dua setelah PNI. Bahkan di antara partai Islam , Masyumi merupakan partai terbesar di antara partai Islam lainya dengan perolehan suara sebanyak 7.789.619 untuk konstituante, serta pemilihan DPR Masyumi memperoleh 7.903.886 suara. Peroleham sura Masyumi menyebar diseluruh daerah pemilihan dan yang terbanyak di peroleh dari daerah Jawa Barat. Partai masyumi merupakan partai yang paling luas kawasan pengaryhnya di Nusantara, dibanding partai-partai lainya. PNI menang di dua daerah pemilihan , dan NU juga memenangkan dua daerah pemilihan, bahkan PKI tidak menang didaerah manapun. Untuk Masyumi sendiri memengkan sepuluh daerah peemilihan.
Berkurangnya angota Masyumi, baik karena keluarnya anggota istimewa dari masyumi maupun tidak jalanya aktifitas Masyumi di Berbagai daerah yang berdampak langsung terhadap kekuatan politik Masyumi. Kekuatan partai politik Masyumi semakin merosot akibat berkurangnya keanggotaan Masyumi. Berkurangnya Keanggotaan Masyumi semakin memberi peluang bagi lawan politik Masyumi untuk menekan partai Masyumi. Sukarno melihat betul perkembangan ysng terjadi di kalangan internal Masyumi, dan kesempatan inilah digunakan sukarno menekan terus menerus. Tekanan sukarno semakin lama semakin keras hingga akhirnya sukarno membubarkan partai Politik Masyumi.
Kbinet Syahrir merupakan kabinet pertama yang ada di Indonesia dalam sistem pemerintahan parlementer. Ketika Syarir membentuk kabinetnya yang pertama tidak diikutsertakan Partai Masyumi dalam pemerintahan. Meskipun dalam kabinet Syahrir terdapat nama M. Rasyidi sebagai Mentri Negara, keberadaanya sebagai menteri atas nama peribadi bukan mewakili partai Masyumi. Sekalipun demikian , terbentuknya departeman agama pada tanggal 3 Januari 1946 tidak lepas peran politik yang dijalankan Masyumi dan yang menjadi mentrinya adalah M. Rasyidi. Masyumi bersifat krites terhadap kabinet Syarir dan tidak jarang bertentangan dengan pemerintahan, seperti dalam menyikapi permasalah imperalisme. Partai Masymi tidak setuju dengan sikap pemerintah yang mengedepankan perundingan dalam menghadapi Belanda. Bahakan Masyumi menuntut Syahrir menyerhakan mandatnya kepada Presiden dan hingga tuntutan itupun dipenuhi. Namun Presiden menujuk kembali Syahrir membentuk kabinet Baru.
Kabinet yang di bentuk Syahrir II terdapat kader-kader Masyumi seperti Arudji Kartawinata, sebgai menteri Muda Pertahanan, M. Natsir sebagai menteri penenrangan, Mr. Syarifudin Prawiranegara menteri muda keuangan, dan M. Rasyidsebgai menteri agama. Begitu juga halnya pada kabinet Syahrir III kader-kader Masyumi masih tetap menduduki beberapa jabatan Menteri seperti Mr. Moh. Roem sebgai menteri dalam negeri, Harsono Tjokroaminoto sebgai menteri muda pertahanan, M. Natsir sebgai menteri penerangan, Mr. Syafrudin Prawiranegara sebagai menteri Keuangan, Yusuf Wibisono sebagai menteri muda kemakmuaran, K.H. Faturahman sebagai menteri agama, dan K.H. Wahid Hasyim sebagai menteri negara. Meski terdapat kader didalam kabinet partai Masyumi tetap bersikap keritis terhadap pemerintahan. Bahkan sikap Masyumi semakin Keritis setelah adanya persetujuan Linggarjati. Partai Masyumi menolak persetujuan linggarjati karena merugikan kedaulatan republik Indonesia, dimana belanda mengakui kekuasan De facto RI atas Jawa, Madura dan Sumatera. Sikap kritis masyumi terhadap pemerintah berlanjut hingga kabinet Amir Syarifudin I. Pada kabinet ini kader masyumi tidak ada satupun yang duduk di dalam kabinet.
Setelah Kabinet Amir syarifudin jatuh Sukarno menujuk M. Hatta sebagai perdana menteri. Pada Kabinet Hatta, beberapa kader Masyumi duduk kembali dalam pemerintahan. Di antaranya adalah Sukiman sebagai menteri dalam negeri, Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai menteri penerangan, dan K.H. Masykur sebagai menteri agama. Ketika kabinet Hatta menjalankan pemerintahan, meletus pemberontakan PKI Madiun pada 18 September 1948. Pemberontakan PKI di Madiun menimbulkan Korban yang tidak sedikit dari kalangan umat Islam. Pemberontakan ini merupakan pengalaman pahit bagi Masyumi, sejak saat itu Partai Masyumi selalu menolak keras ikut kerjasam dengan kelompok komunis. Bahkan Masyumi selalu menyerang ideologi komunis yang dianut PKI. Agresi militer ke dua Belanda tanggal 19 Desember 1948 di Yogyakarta, mengakibatkan pemimimpin Indonesia ditawan. Seperti Presiden Sukarno, Wakil Presiden M. Hatta. Stelah pimpinan ditawan Syafrudin Prawiranegara membentuk Pemerintahan Darurat republik Indonesia (PDRI) di Bukit Tinggi pada 22 Desember 1948. Ketua dari pemerintah darurat Republik indonesia adalah Syfrudin Prawiranegara. Pembentukan PDRI menujukan kepada dunia Internasional Bahwa pemerintahan Indonesia masih ada. Ketika syafrudin menjalankan pemerintahan PDRI, Mr. Roem mengadakan perundingan dengan pihak Belanda yang diwakili oleh Van Royen. Perundingan ini mengahsilkan Van Royen-Roem statements(pernyataan van Royen-roem) pada tanggal 7 mei1949. Statemen ini berisi pengembalian pemerintah Republik indonesia di yogyakarta. Dan akan di adakan Konfrensi Meja Bundar (KMB) yang akan membahas proses penyerahan kedaulatan yang benar-benar tanpa syarat kepada RIS.
Meskipun Belanda sudah mengakui kedaulatan indonesia, namun bagi sebagian masyarakat belum pauas karena negara Indonesia bersifat serikat. Melihat kenyataan tersebut m Natsir sebagai ketua fraksi Masyumi di parlemen mengajukan mosi tentang pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia secara Aklamasi. Oleh karena itu Negara Indonesia menjadi NKRI yang di plokamirkan kembali secara resmi tangga 17 Agustus 1950. Keberhasilan mosi Natsir menambah simpati dari berbgai kalangan, termasuk dari Presideen Sukarno. Presiden Sukarna kemuadian menujuk M Natsir untuk membentuk Kabinet. Natsir mampu membentuk kabinet tanpa mengikutsertakan PNI dan PKI. Kabinet Natsir merupakan kabinet pertama seelah Indonesia kembali menjadi NKRI. Peranan Masyumi dalam pemerintahan sangat Besar pada masa awal Demokarasi parlementer.
Kabinet natsir tidak bertahan lama, karena ada tekanan dari kalangan oposisi. Menurut Yusuf Wibisono ada dua alasan mengapa natsir mengembalikan mandatnya. Pertama mosi Hadikusumo. Kedua kegagalan konfrontasi Irian Barat. Kegagalan Konfrontasi Irian Barat berakibat kurang baiknya hubungan antara Perdana Mentri M. Natsir dengan Presiden Sukarno. Ketidak harmonisan Perdana Mentri Natsir dengan Presiden Sukarno karena adanya perbedaan pendapat dalam menyikapi Irian Barat. Natsir menghendaki penyelesaian Irian barat dengan jalur diplomasi, sementara sukarno menhendaki dengan Konfrontasi, sesui pidato-pidato Sukarno.
Sikap oposisi Masyumi semakin menguat setelah Sukarno menujuk dirinya sebagai formatur kabinet pada 4 April 1957. Formatur kabinet bertugas membentuk Zaken kabinet Darurat ExstaraParlementer dan Dewan Nasional. Zaken Kabinet merupakan kabinet yang formasinya tidak menitik beratkan kekuatan politik pada parlemen, tetapi berdasarkan ke ahlian dan kecakapan menteri. Sukarno berasil membentuk kabinet Karya yang dipimpin oleh perdana menteri Juanda.
Peranan masyumi dalam pemerintahan mengalami pasang surut. Adakalanya masyumi berada dalam pemerintahan, dan bahkan menjadi kepala pemerintahan. Secara umum Partai Masyumi pada masa Revolusi menempatkan partainya sebgai partai Kritis terhadap Pemerintahan, sekalipun para kadernya duduk dalam pemerintahan. Sekalipun kader Masyumi ada yang menjadi Menteri, partai Masyumi tetap melakukan pengawasan terhadap pemerintah, dan bahkan sangat Kritis terhadap pemerintahan sehingga tidak heran kalu kabinet jatuh karena begitu besarnya peran politik yang dimainkan Masyumi pada masa revolusi. Pada masa demokrasi parlementer partai Masyumi menempatkan dirinya sebagai partai pemerintah. Bahkan berasil menempatkan para kadernya pada puncak kepemimpinan pemerintah seperti M Natsir, Sukiman,dan Burhanudin Harahap sebgai perdana mentri. Sementara itu Prawoto Mungunkasmito dan M. Roem sebgai wakil Perdana menteri.
Peran Masyumi dalam pemerintahan berkurang sama sekali ketika memasuki masa transiisi. Akibatnya Masyumi pada periode ini mendaptkan dirinya partai oposisi. Sikap oposisi terus berlanjut pada masa demokrasi terpimpin. Konsekuensi dari sikap oposisi yang mengantarkan partai Masyumi dibubarkan Presiden Sukarno pada bulan Agustus 1960. Seiring dengan itu secara legal formal peran politik Masyumi berakhir.
Kelurnya perintah Sukarno yang membubarkan Partai Masyumi pada masa Demokrasi Terpimpin tidak bisa dilepaskan dari adanya dorongan dari keyakinan dan pemikiran Sukarno sendiri. Kalau disimak dari beberapa pernyataan Sukarno tentang Partai Politik, maka sesungguhnya Sukarno Anti Multi paratai. Pemikiran ini bisa dilihat dari beberapa tulisanya pada masa pergerakan nasional, dan pidato Sukarno pada kahir bulan Oktober 1956. Pandangan sukarno yang menujukan anti Multi Partai bisa dilihat dari tulisanya dalam mencapai Indonesia Merdeka (1933). Sukarno mengatakan partai itu cukup satu, tidak dua, atau tiga , karena lebih dari satu partai maka akan membingungkan masa. Partai tunggal itu adalah artai pelopor. Partai pelopor hanya mengenal satu fikiran dan satu isme
Faktor lain yang mendorog Sukarno membubarkan Masyumi adalah sikap Masyumi yang selalu bertentangan dengan kebijakan Sukarno. Hampir pernyataan dan kebijakan Sukarno mualai pernyataan Sukarno yang ingin mengubur Paratai politik pada akhir Oktober 1956 dan kebijakan Sukarno yang mengeluarkan konsepsi Presiden 21 Februari 1957 selalau di kritisi dan di tentang Masyumi, sehingga Sukarno melihat Masyumi tidak bisa di ajak bergabung dalam barisanya.
Usaha Sukarno ingin mengakhiri riwayat Masyumi dilakukan secara berlahan dan berangsur-angsur. Langkah awal yang dilakukan Sukarno adalah mengurangi dan menghilangkan peran partai Masyumi dalam pemerintahan dan legislatif. Ketika Sukarno mengeluarkan konsepsi Presiden yang menghasilkan Kbinet Karya dan pembentukan dewan Nasional misalnya masyumi tidak dimasukan dalam kabinet dan dewan nasional. Begitu pula dalam kabinet Kerja yang di bentuk setelah keluarnya dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Setelah peran Politik Masyumi dalam pemerintahan dan lembaga-lembaga negara lainnya dihilangkan, maka langkah selanjutnya adalah mengodok beberapa peraturan yang menjurus pembubaran kepada pembubaran Parati Masyumi. Dewan Pertimbangan Agung (DPA) berhasil mengeluarkan produk undaang-undang yang kemudian di tuangkan dalam bentuk penetapan Presiden. Salah satu penetapan Presiden adalah no 7 tahun 1959 tentang syarat-syarat daan penyerderhanaan kepartaian yang ditetapkan pada tanggal 31 Desember 1959. Masyumi dimata Sukarno adalah musuh Revolusi. Dalam logika revolusi harus ditarik garis yang jelas dan tegas antara kawan dan musuh. Musih dalam logika revolusi Sukarno adalah Masyumi, karena masyumi selalu menentang kebijakan Sukarno.akibatnya Masumi harus menelan Pil pahit atas penentanganya terhadap Sukarno. Pel Pahit yang di telan Masyumi adalah dengan di kelurkanya keputusan presiden nomer 200 tahun 1960 tentang pembubaran masyumi.
Pembubaran partai masyumi dan PSI yang dilakukan Sukarno menimbulakan ketdak senangan di kalangan tentara terutama di kalangan para panglima militer di bebrapa daerah. Pembubaran paratai masyumi bukanlah semata-mata keinginan dari sukarno sendiri tetapi juga kehendak dari PKI. PKI sudah lama mengisolasi partai Masyumi, karena di anggap sebagai penghalang untuk berkuasa. PKI berhasil mempengaruhi Sukarno untuk membubarkan Masyumi. Dilatr belakangi saling ketergantungan dan kepentingan yang sama antara Sukarno dan PKI semakin memperkuat keduanya untuk saling berkerja sama. kerjasama diperlukan untuk menghadapi tentara dan Masyumi. Hal yang mebuat Sukarno dan Pki bekerja sama: (1.) keduanya sama-sama pernah di kecewakan sistem Demokrasi parlementer, dimana tidak mendapatkan kedudukan dalam pemerintah. (2.) keduanya sama-sama anti Masyumi (3.) keduanya sma-sama kuatir akan kekuatan tentara angkatan darat. Sejak awal tentara membenci PKI sementara itu Sukarno membutuhkan PKI sebagai kekuatan penyeimbang dalam menghadapi tentara. (4.) keduanya terinpirasi oelh ajaran Marxis terutamna dalam masalah revolusi. Kelurnya pernyataan pimpinan Partai Masyumi yang menyatakan Masyumi bubar diterima oleh para naggota Masyumi. Anggota Masyumi bisa menerima keputusan itu, karena anggota Masyumi sangat percaya Interitas moral para pemimpinya. Selain itu, anggota Masyumi juga bisa memaklumi keputusan pembubaran Masyumi, karena meskipun mereka merasa tidak bersalah tetapi realitanya mengatakan bahwa masyumi sudah dibubarkan oleh Sukarno. Secara umum anggota masyumi lebih memilih sikap diam, dan tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang menjurus kepada memanasnya situasi. Anggota Masyumi tidak melkukan pembangkangan terhadap keputusan Pimpinan Partai Masyumi yang menyatakan Masyumi bubar.
Meskipun parati Masyumi sudah menyatakan bahwa masyumi bubar, tetapi para pemimpin mantan masyumi tetap berusaha untuk mengajukan kasusu pembubaran Masyumi ke Pengadilan hal itu di tempuh mengingat dasar keputusan presiden no. 200 tahun 1960 tidak syah baik dari sudut hukum maupun rasa keadilan dan moral.berdasarkan hal ini masyumi berusaha mencari keadilan di pengadilan.
Kelebihan Buku
Dalam buku Perjalanan demkrasi Indonesia sangat dinamis dan penuh dengan dinamika. Dinamika demokrasi tersebut di pengaruhi oleh aktor-aktor yang terlibat langsung terhadap pilar-pilad demokrasi seperti paratai-partai politik dan presiden. Presiden Sukarno sebagai presiden pertama di Indonesia sangat banyak memberi warna dalam jalannya demokerasi di Indonesia. Begitu juga dengan paratai Politik Masyumi yang turut andil dalam mewarnai jalanya demokrasi di Indonesia. Buku “Partai Masyumi Dalam Dinamika Demokrasi Di Indonesia” ini adalah buku yang mengkaji perjalanan politik partai Masyumi, dari tahun 1945, samapai dengan tahun 1960.
Insan Fahmi Siregar menggali fakta-fakta sejarah yang belum pernah diungkap secara sistematis tentang berbagai dinamika politik partai masyumi dalam kacah demokrasi di indonesia. sebuah buku yang ringan namun penuh ilmu.
Kelemahan Buku
Dalam buku ini, sedikit ditemukan dari buku ini karena buku ini membahas rentang waktu yang lumayan panjang. Banyak penjelasn buku ini ada yang masih kabur. Seperti pembentukan Zeken kabint yang berdasrkan tidak berdasrkan kepartaian, namun ada anggota masyumi duduk dalam kabinet atas nama pribadi tetapi juga mengusulkan pembentukan menteri agama. Hal ini penulis tidak menjelaskan lebih detail. Terdapat pemihakan terhapap masyumi dalma penulisan buku ini.
0 Response to "Ulasan buku "Partai Masyumi Dalam Dinamika Demokrasi di Indonesia""
Posting Komentar