-->

Candi Borobudur

Candi Borobudur merupakan candi buddha terbesar di Indonesia yang terletak di magelang, jawa tengah. Candi Borobudur terletak di bukit Menoreh yang dikelilingi oleh tiga gunung besar yaitu Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Candi ini termasuk dalam warisan dunia yang ditetapkan oleh UNESCO. Bentuknya yang megah dan arsitekturnya yang unik membuat banyak wisatawan lokal maupun mancanegara datang kesini untuk berwisata maupun mempelajari candi Boroburur. Di dekat Candi Borobudur terdapat candi buddha lain yaitu Candi Mendut dan Candi Pawon yang termasuk dalam segitiga candi buddha dan merupakan tiga candi buddha unggulan di wilayah Magelang.

SEJARAH CANDI BOROBUDUR
Candi Borodurur ditemukan oleh HC. Cornelius atas perintah Sir Thomas Stamford Raffles pada tahun 1814. Selanjutnya pekerjaan penggalian candi borobudur diteruskan oleh Hotman, seorang arkeolog yang berasal dari Belanda dimana pada saat itu para arkeolog mencari tahu sejarah dari candi borobudur ini.

Candi Borobudur diyakini berasal dari masa Dinasti Syailendra Kerajaan Mataram Kuno dan diperkirakan didirikan pada tahun 800 M dan selesai dibangun pada tahun 825 M. Pembangunan Candi Borobudur baru diselesaikan pada masa pemerintahan Raja Samaratungga. Belum jelas mengenai bukti peninggalan sejarah Candi Borobudur dan hanya beberapa prasasti saja yang menyebutkan keberadaan Candi Borobudur.

Prasasti Sri Kahuluan yang berangka tahun 824 M menyebutkan kalimat “Kawulan i Bhumi Sambhara”. Kata Sambhara diperkirakan nama lain dari Borobudur. Poerbatjaraka seorang ahli sejarah dari Indonesia menganggap bahwa Borobudur berasal dari kata Biara Budur sedangkan Sir Thomas Stamford Raffles berpendapat bahwa Borobudur berasal dari kata Bara Budhur. Bara yang berarti besar dan Budhur yang berarti Buddha. Ada juga yang menyebutkan bahwa Borobudhur berasal dari kata bara dan beduhur. Bara berarti candi atau biara dan beduhur berarti perbukitan yang tinggi.

Borobudur diperkirakan dibangun pada tahun 750 M oleh Dinasti Syailendra Kerajaan Mataram yang menganut ajaran agama Buddha. Belum ada penjelasan mengenai bagaimana candi borobudur ini dibangun. Sudah banyak ilmuan dari penjuru dunia yang mempelajari Candi Borobudur, namun tidak ada satupun yang mampu mengungkap bagaimana candi ini dibangun, dari mana asal batu pada Candi Borobudur, dan alat apa yang dipergunakan untuk membangun candi yang sangat presisi dan rapih.

Tidak ada sumber yang menjelaskan kapan candi ini runtuh dan ditinggalkan para pengikutnya. Para ahli memperkirakan bahwa pada periode 950 M ketika terjadi letusan gunung merapi yang menyebabkan Candi Borobudur tertimbun debu vulkanik, saat itulah para pengikut buddha meninggalkan candi borobudur tepatnya ketika Mpu Sendok atau Sri Isyana Vikramadhammatunggadeva memindahkan pemerintaannuya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur pada tahun 928 – 1006 M.

ARSITEKTUR CANDI BOROBUDUR
Terdapat 72 stupa di Candi Borobudur. Stupa terbesar berada di bagian paling atas dan stupa – stupa kecil mengelilingi hingga ke dasar candi. Ketika para ilmuwan mempelajari Candi Borobudur, para ilmuwan menemukan pola aneh yaitu semacam jam matahari dengan jarum jam berupa bayangan stupa yang terbesar jatuh pada lantai bawah, namun hal tersebut belum diketahui secara pasti bagaimana pembagian waktu yang dilakukan pada Candi Borobudur. Diperkirakan jam pada Candi Borobudur menunjukkan masa bercocok tanam dan panen pada masa lampau.

Konon, Candi Borobudur di arsitekturi oleh Gunadharma atau Gunadarma seorang arsitek perancang Candi Borobudur. Sedikit informasi yang menjelaskan tentang dirinya. Namanya lebih dikenal dari dongeng dan legenda bukan berdasarkan prasasti atau kitab – kitab sejarah. Legenda Gunadharma terkait dengan cerita rakyat mengenai bukit menoreh yang berbentuk menyerupai tubuh orang berbaring. Dongeng ini menceritakan tentang tubuh Gunadharma yang berbaring dan berubah menjadi jajaran perbukitan menoreh.

BAGIAN - BAGIAN CANDI BOROBUDUR
Candi Borobudur terbagi menjadi tiga bagian dimana bagian – bagian ini menggambarkan kehidupan manusia. Berikut ini adalah pembagian candi borobudur :

Kamadhatu
Bagian kaki candi disebut kamadhatu yaitu menggambarkan dunia yang dikuasai oleh karma atau hawa nafsu. Bagian kaki candi didominasi tumpukan batu yang diperkirakan dibuat untuk memperkuat kontruksi candi. Di kaki candi borobudur terdapat relief karmawibhangga sebanyak 160 panil yang tersembunyi. Kamadhatu menggambarkan alam paling bawah dimana kehidupan manusia yang penuh kesengsaraan dan nafsu.

Rupadhatu
Empat undak teratas yang membentuk lorong keliling pada dindingnya dihiasi relief disebut rupadhatu. Bagian rupadhatu terbagi menjadi empat lorong dengan 1.300 gambar relief. Rupadhatu merupakan penggambaran dunia yang sudah terlepas dari nafsu namun masih terikat pada rupa dan bentuk. Tingkatan ini menggambarkan alam antara yakni antara alam bawah dan alam atas.

Arupadhatu
Rupadhatu melambangkan tingkatan teratas dimana manusia bebas dari segala keinginan, ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Tingkatan tertinggi ini menggambarkan ketiadaan wujud yang sempurna dilambangkan dengan stupa terbesar yang berada paling tinggi dari Candi Borobudur.

RELIEF DI CANDI BOROBUDUR
Menurut Balai Konservasi Candi Borobudur pada Candi Borobudur terdapat sebanyak 1.460 panil relief cerita (tersusun 11 deretan mengitari bangunan candi) dan relief dekoratif (berupa relief hias) sebanyak 1.212 panil.

Relief cerita pada kaki candi (Kamadhatu) mewakili dunia manusia yang menggambarkan perilaku manusia yang penuh nafsu duniawi. Hal ini terlihat pada relief karmawibhangga yang terpahat sebanyak 1.460 panil yang menceritakan hukum sebab akibat. Tingkat rupadhatu (badan candi) mewakili dunia antara yang menggambarkan manusia yang sudah mulai meninggalkan keinginan duniawi namun masih terikat pada wujud. Pada tingkatan rupadhatu dipahatkan relief sebanyak 1.300 panil yang terdiri dari relief Lalitavistara, Jataka, Avadana dan Gandawyuha. Sedangkan pada tingkatan paling atas (Arupadhatu tidak terdapat relief melainkan hanya terdapat patung – patung. Berikut ringkasan mengenai relief – relief di candi Borobudur :

Tingkat I
Dinding atas relief Lalitavistara (120 panil)
Relief Lalitavistara menggambarkan riwayat hidup Sang Budha Gautama yang dimulai pada saat para dewa di surga Tushita mengabulkan permohonan Bodhisattva untuk turun ke dunia menjelma menjadi manusia bernama Budha Gautama. Ratu Maya adalah ibu dari Sang Budha. Sebelum hamil, Ratu Maya bermimpi menerima kehadiran gajah putih di rahimnya. Di Taman Lumbini, Ratu Maya melahirkan puteranya yang diberi nama Sidharta. Pada waktu dilahirkan, Sidharta sudah bisa berjalan dan tujuh langkah pertamanya tumbuh bunga teratai. Setelah melahirkan, Ratu Maya meninggal dan Sidharta diasuh oleh bibinya Gautami. Setelah dewasa, Sidharta menikah dengan Yasodhara yang disebut dengan Dewi Gopa.

Dalam suatu perjalanan, Sidharta bertemu dengan empat perjumpaan yaitu yang pertama bertemu dengan pengemis tua yang buta, kedua bertemu dengan orang sakit, ketiga bertemu dengan orang mati. Dari ketiga pertemuan ini Sidharta mengalami kegelisahan karena ia baru mengetahui bahwa manusia bisa tua, menderita, sakit dan mati karena sebelumnya ia hidup di dalam istana dan tidak pernah melihat kesengsaraan. Pada pertemuan keempat, ia bertemu dengan seorang pendeta yang damai. Umur tua, sakit dan kematian tidak menjadi ancaman bagi pendeta tersebut. Oleh karena itu menurut ramalan Sidharta akan menjadi seorang pendeta. Setelah mengalami empat perjumpaan tersebut, Sidharta tidak tentram tinggal di istana dan ia memutuskan untuk meninggalkan istana secara diam diam. Sidharta memutuskan menjadi pendeta dan memotong rambutnya. Pakaian yang ia kenakan selama di istana ia tinggalkan dan memakai pakaian budak serta bersatu dengan orang – orang miskin. Sebelum melakukan samadi, Sidharta mensucikan diri di sungai Nairanjana. Sidharta senang ketika seorang pencari rumput memberikannya tempat duduk dari rumput usang. Di bawah pohon Bodhi saat bulan purnama di bulan Waisak, Sidharta mendapatkan pencerahan sejati. Dan pada saat itu Sidharta menjadi Buddha di Kota Benares.

Dinding bawah relief Manohara dan Avadana (120 panil)
Relief Manohara menceritakan kisah Udanakumaravada yaitu perkawinan pangeran Sudana dengan bidadari Manohara. Atas jasanya menyelamatkan seekor naga, seorang pemburu bernama Halaka mendapatkan hadiah Iaso dari orang tua naga. Suatu hari, Halaka melihat bidadari mandi di kolam, dengan Iasonya pemburu tersebut berhasil menjerat salah seorang bidadari tercantik bernama Manohara. Oleh karena Halaka tidak sepadan dengan Manohara, maka bidadari tersebut diserahkan kepada pangeran Sudana, meskipun ayah pangeran Sudana tidak menyetujuinya. Banyak rintangan yang didapatkan ketika pangeran Sudana akan menikahi Manohara. Cerita Awadana mengisahkan mengenai penjelmaan kembali orang – orang suci, diantaranya kisah kesaktian raja Sipi terhadap makhluk yang lemah. Seorang burung meminta tolong kepada raja Sipi agar tidak dimangsa burung elang. Sebaliknya, burung elang meminta raja Sipi menukar burung kecil dengan daging raja Sipi. Setelah ditimbang ternyata berat burung kecil dengan raja Sipi sama beratnya, maka raja Sipi bersedia mengorbankan diri dan dimangsa oleh burung elang. Inti dari cerita tersebut adalah seorang pemimpin harus berani berkorban untuk rakyatnya dan semua makhluknya.

Langkan Bawah (kisah binatang) relief Jatakamala (372 panil) dan Langkan Atas (Kisah Binatang) relief Jataka (128 panil) Relief Jataka menceritakan tentang reinkarnasi sang Budha sebelum dilahirkan sebagai seorang pangeran bernama Sidharta Gautama. Kisah ini cenderung pada sang Budha yang berbudi luhur dengan pengorbanannya. Cerita Jataka diantaranya adalah kisah kera dan banteng. Kera yang nakal suka mengganggu banteng, namun banteng diam saja. Dewi hutan telah menasehati sang banteng untuk melawan kera, namun sang banteng menolak karena takut apabila kera tersebut dilawan, kera akan pergi ke hutan dan mengganggu kedamaian hewan lain. Kemudian dewi hutan bersujud kepada banteng setelah melihat sikap banteng dalam menjaga keserasian dan kedamaian di hutan. Kisah Jataka lainnya adalah pengorbanan seekor gajah yang mempersembahkan dirinya untuk dimakan oleh pengungsi yang kelaparan.

Tingkat II
Dinding Relief Gandawyuha (128 panil) dan Langkan relief Jataka / Avadana (100 panil)

Relief ini mungkin melanjutkan kehidupan Sang Buddha dimasa lalu. Beberapa adegan menggambarkan pada sudut barat laut yaitu Bodhisattva yang menjelma sebagai burung merak dan tertangkap dan akhirnya memberikan ajarannya.

Tingkat III
Dinding relief Gandawyuha (88 Panil)

Relief Gandawyuha menceritakan tentang riwayat Bodhisattva Maitreya yang merupakan calon Budha yang akan datang dan merupakan kelanjutan dari cerita pada tingkat II.

Tingkat paling atas (Rupadhatu) yang berarti tidak berwujud dan berupa. Pada tingkatan ini, manusia bebas dari segala keinginan dan hawa nafsu serta ikatan bentuk dan rupa namun belum mencapai nirwana. Pada tingkatan arupadhatu yang terlihat hanya stupa – stupa terawang dimana didalam stupa terssebut berisi patung sang Buddha. Pada tingkat tertinggi Candi Borobudur memiliki total 10 tingkatan atau pelataran dimana terdapat sebuah stupa terbesar dan tertinggi. Didalam stupa terdapat patung buddha yang tidak sempurna atau dinamakan Unfinished Buddha yang kini disimpan di museum Karmawibhangga.

0 Response to "Candi Borobudur"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel