-->

Kongres Yogyakarta Tahun 1957

Latar Belakang dan Tujuan Kongres Yogyakarta Tahun 1957
Menurut Klooster mengenai tentang Kongres Yogyakarta tahun 1957, secara garis besar, temuan Klooster dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, di kalangan sejarawan terdapat ketidakpuasan terhadap penulisan sejarah kolonialistik yang dikembangkan pada masa penjajahan Belanda, karena tidak mengungkapkan vitalitas yang dimiliki masyarakat Indonesia (Klooster, 1985: 23). Kedua, di kalangan sejarawan berkembang kesadaran perlunya sejarah nasional Indonesia yang nasionalistik, yaitu menempatkan masyarakat Indonesia sebagai pemeran sentral. Ketiga, terdapat perbedaan pandangan di antara peserta seminar, terutama Soedjatmoko dan Muhammad Yamin.

Merujuk teori sejarawan asal Arab, Ibnu Khaldun (1332-1406), Yamin berpendapat bahwa penelitian ilmiah seharusnya mengarah pada interpretasi nasionalis yang dapat berguna untuk memperkuat kesadaran nasional. Sodjatmoko berpendapat nasionalisme mengesampingkan pendekatan ilmiah murni, karena itu ia menjunjung tinggi tanggung jawab perorangan dan semacam universalisme abstrak. Soedjatmoko kalah suara dikarenakan pendekatannya tidak sesuai dengan kondisi masyarakat tahun 1950-an, saat rakyat di Indonesia didorong untuk menjadi orang Indonesia (Taylor 2003) Para sejarawan baru membangun sejarah nasioanl mereka diatas basis kolonial. Meskipun demikian asal usul Indonesia tetap dipancang kuat-kuat pada masa imperialisme Majapahit yang berpusat di Jawa. Kaum intelektual seperti Muh. Hatta, Takdir Alisjahbana, dan para pemuka politik diluar Jawa menentang imperialisme majapahit baru yang terpusat di Jawa.

Pada periode terakhir, yaitu masa demokrasi terpimpin dan orde baru, Klooster menemukan kecenderungan penulisan sejarah lokal oleh sejarawan akademik. Seakan ada pemahaman umum bahwa untuk menyusun sejarah nasional yang komprehensif harus memahami sebanyak mungkin sejarah lokal atau daerah. Para sejarawan meneliti berbagai fenomena historis dengan fokus terutama pada kajian sosial ekonomi untuk memperoleh pemahaman pengaruh kolonial terhadap kehidupan masyarakat daerah (Klooster, 1985: 121).

Keadaaan yang demikian membuat para sejarawan dan pengamat sejarah terdorong untuk mengadakan ”Kongres Sejarah Nasional” yang pertama yaitu pada tahun 1957. Pada kongres kedua namanya diubah menjadi ”Seminar Nasional Sejarah”, membicarakan mengenai rencana untuk pembuatan sebuah buku sejarah nasional baru dengan harapan dapat dijadikan semacam buku referensi.

Oleh karena itu penulisan sejarah yang seharusnya adalah :
  • Sebuah penulisan yang tidak sekedar mengubah pendekatan dari eropasentris menjadi indonesiasentris, tetapi juga menampilkan hal-hal baru yang sebelumnya belum sempat terungkap. 
  • Penulisan sejarah dengan cara yang konvensional (yang hanya mengandalkan naskah sebagai sumber sejarah) yang bersifat naratif, deskriptif, kedaerahan, serta tema-tema politik dan penguasa diganti dengan cara penulisan sejarah yang kritis (struktural analitis). 
  • Menggunakan pendekatan multidimensional. d. Mengungkapkan dinamika masyarakat Indonesia dari berbagai aspek kehidupan yang kemudian dapat dijadikan bahan kajian untuk memperkaya penulisan sejarah Indonesia.

Penulisan sejarah Indonesia modern bertujuan untuk melakukan perbaikan dengan menggantiklan beberapa hal seperti :
  • Adanya pandangan religio-magis serta kosmologis seperti tercermin dalam babad atau hikayat diganti dengan pandangan empiris-ilmiah. 
  • Adanya pandangan etnosentrisme diganti dengan pandangan nationsentris. 
  • Adanya pandangan sejarah kolonial-elitis diganti dengan sejarah bangsa Indonesia secara keseluruhan yang mencakup berbagai lapisan sosial. 


Jalannya Kongres Yogyakarta Tahun 1957
Banyak buku yang bertema sejarah pada masa revolusi menimbulkan dalam pembelajaran di sekolah maupun bagi kalangan umum. Kekacauan yang terjadi pada masa itu tidak memberikan dukungan yang berarti bagi pemicu semangat kebangsaan di bidang pendidikan. Oleh karena itu, Kementrian pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia mengeluarkan sebuah kebijakan yang memutuskan tentang penyelenggaraan seminar sejarah serta menyerahkan sepenuhnya penyelenggaraannya kepada Universitas Gadjah Mada dan Universitas Indonesia.

Beberapa masalah yang menjadi kendala bagi kementrian pendidikan dan kebudayaan diantaranya yaitu :
  1. Demi kepentingan nasional, terdapat permasalahan politis untuk menentukan dan mengembangkan kepribadian bangsa. 
  2. Terdapat permasalahan ilmiah yang muncul dari tuntutan-tuntutan studi sejarah, yang mungkin bertentangan dengan kepentingan politis.

Untuk memecahkan persoalan penulisan sejarah yang indonesiasentris, maka diadakanlah Seminar Sejarah Nasional I pada tanggal 14 sampai dengan 18 Desember 1957 di Yogyakarta. Seminar ini dilaksanakan melalui Keputusan Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan tanggal 13 Maret 1957 No.28201/5.

Masalah tersebut nampak pada susunan topic yang menjadi pembicaraan dalam seminar sejarah, yaitu :

  1.  Konsep Filosofis Sejarah Nasional. 
  2. Periodisasi Sejarah Indonesia. 
  3. Syarat Penulisan Buku Pelajaran Sejarah Nasional. 
  4. Pengajaran Sejarah Indonesia di Sekolah-sekolah. 
  5. Pendidikan Sejarawan. 
  6. Pemeliharaan dan Penggunaan bahan-bahan Sejarah.

Topik I-IV mencerminkan adanya keinginan untuk mencapai keseragaman mutlak dalam penyajian sejarah nasional. Dalam pandangan tersebut, keseragaman merupakan faktor yang penting dalam proses pembentukan kepribadian bangsa, sehingga sejarah nasional diharapkan mempunyai fungsi penting dalam sistem pendidikan nasional. Namun karena mengalami kegagalan, seminar tersebut hanya menghasilkan pendapat yang simpang siur dan membingungkan karena tidak berpedoman pada disiplin ilmu sejarah.

Pembicaraan yang berkembang pada seminar ini menurut Moh. Ali, forum Seminar Sejarah Nasional belum mengarah pada penulisan dan pengajaran sejarah Indonesia sebagai Sejarah Nasional. Hal ini dapat dimaklumi mengingat pada saat itu di Indonesia belum banyak ahli sejarah yang benar-benar berlatar belakang pendidikan sejarah atau sejarawan. Dalam forum tersebut, pembicaraan yang lebih menonjol yaitu pemikiran mengenai mungkin tidaknya penyusunan suatu filsafat Sejarah Nasional. Pembicaraan tentang filsafat sejarah nasional banyak dibicarakan oleh Moh. Yamin dan Sujatmoko.

Perkembangan historiografi Indonesia modern ditandai dengan diselenggarakannya Kongres di Yogyakarta. Kongres ini dilaksanakan pada tahun 1957. Sejak adanya Kongres penulisan sejarah yang ada di Indonesia mulai dilakukan oleh orang Indonesia sendiri. Sistem yang digunakan sudah mulai beranjak menggunakan sistem Indonesia sentries. Dengan demikian unsure subyektifitas dapat dipertanggung jawabkan karena yang menulis sejarah adalah orang yang berada pada saat peristiwa terjadi atau setidaknya merupakan orang Indonesia asli.

Pada masa itu, khasanah historiografi Indonesia mulai bertambah luas. Peranan-peranan rakyat biasa mulai nampak terlihat sebagai pelaku sejarah. Pada awalnya penulisan sejarah hanya dilakukan oleh orang yang memiliki kekuasaan tinggi dalam pemerintahan, ataupun para tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam negara. Hal itu muncul karena, pada masa-masa kemerdekaan historiografi yang muncul bisa dibilang sebagai alat untuk menumbbuhkan rasa nasionalisme di tengah-tengah masyarakat. Adanya seminar sejrah nasional juga menandai perpindahan pandangan penulisan sejarah dari Eropa-sentris menuju Indonesia-sentris. Perpindahan pandangan ini tentu saja sangat berpengaruh bagi perkembangan historiografi selanjutnya. Adanya perubahan pandangan ini menjadikan bangsa Indonesia tidak lagi dipandang sebelah mata sebagai bangsa rendahan.

Tetapi pada perkembangan setelah Kongres Yogyakarta pada 1957, muncul beberapa permasalahan yang tampaknya cukup mengganggu, yaitu para sejarawan cenderung hanya mengekor pada tradisi historiografi kolonial. Pada permasalahan selanjutnya, para sejarawan seringkali hanya memfokuskan pada persoalan Indonesia saja. Perdebatan terus berlanjut sampai tahun 1970. Banyak perubahan yang terjadi pada tahun-tahun setelah 1970 tidak saja dalam arti pemikiran tentang bagaimana seharusnya sejarah ditulis, tetapi juga kegiatan dalam arti konkret, seperti diwujudkan dalam perkembangan kelembagaan, ideology, dan substansi sejarah.

Secara kelembagaan, penulisan sejarah adalah tugas sejarawan akademik, yang memiliki tanggung jawab besar dalam perkembangan historiografi. Alasannya, sejarawan akademis adalah mereka yang paling sadar tentang apa yang dikerjakan, mempunyai pendapat yang penuh pertimbangan tentang apa yang ditulis. Sejarawan akademislah satu-satunya kelompok yang dengan sadar menyebut diri mereka sebagai seorang sejarawan, dan mendapat pengakuan demikian. Mereka inilah yang diundang dalam seminar-seminar sejarah, dan kegiatan lain yang mengandung tujuan sejarah.


Pengaruh Kongres Yogyakarta Tahun 1957
Dalam kehidupan yang serba berubah dengan kebebasan pendapat umum dan akses informasi yang sangat terbatas, maka pergeseran-pergeseran akan mampu memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan dalam masyarakat, termasuk pada pokok-pokok bahasan dan materi pelajaran sejarah, dan hanya mungkin terjadi manakala berlangsung perubahan-perubahan yang bersifat paradigmatik, baik dalam tataran teoritik, maupun pada tingkat politik dan kekuasaan. Perkembangan baru yang bersifat teoritik dalam ilmu sejarah , tercermin dari perubahan historiografi Indonesia, yang dianggap sebagai isi sejarah dan pandangan dunia (weltanschauung) dari sifatnya yang tradisional ke modern. Fenomena itu berlangsung setelah Kongres di Yogyakarta tahun 1957, yang membahas persoalan filsafat sejarah, periodesasi dalam sejarah, dan pendidikan sejarah. Sejak Kongres Yogyakarta tersebut, diusulkan berbagai upaya dalam historiografi Indonesia, namun dampaknya di bidang pengajaran sejarah belum tampak jelas. Apabila lewat pengenalan sejarah kesadaran nasional dapat dipupuk dan identitas nasional menjadi landasan kuat bagi pembangunan bangsa, maka jelaslah bahwa pengkajian sejarah mempunyai fungsi fundamental dalam pembangunan bangsa serta pembentukan manusia Indonesia bermartabat.

Namun terlepas dari itu penyelenggaraan Kongres Yogyakarta tahun 1957 telah menjadi suatu periode baru dalam perkembangan historiografi Indonesia dimulai dengan timbulnya studi sejarah yang kritis. Dalam perkembangaannya historiografi Indonesia modern, dimulai sekitar tahun 1957, waktu diselenggarakan Kongres di Yogyakarta. Tahun itu dianggap sebagai sebagai titik tolak kesadaran sejarah baru. Pada seminar tersebut membahas tiga hal yang dianggap sangat penting ketika itu, hal tersebut antara lain fisafat sejarah nasional, periodisasi sejarah Indonesia, dan pendidikan sejarah. Perdebatan berlanjut sampai pada tahun 1970.

Banyak perubahan yang terjadi pada tahun-tahun setelah 1970 tidak saja dalam arti pemikiran tentang bagaimana seharusnya sejarah ditulis, tetapi juga kegiatan dalam arti yang kongkret, seperti diwujudkan dalam perkembangan kelembagaan, ideologi, dan substansi sejarah. Secara kelembagaan, penulisan sejarah adalah tugas sejarawan akademik, kelompok yang sebenarnya mempunyai tanggung jawab terbesar dalam perkembangan historiografi. Alasannya, sejarawan akademis adalah mereka yang paling sadar tentang apa yang dikerjakan, mempunyai pendapat yang penuh pertimbangan tentang yang ditulis, tetapi kenyataannya mereka mungkin yang paling sedikit berproduksi.

Sumber :
Anday, Andrian. 2014. Seminar Sejarah Nasional I (Yogyakarta).
http://andrianekayulianto.blogspot.com/2014/01/seminar-sejarah-nasional-i-yogyakarta.html. (Diakses pada 7 Maret 2014).
Zaky, Haris. 2013. Perspektif Historiografi Indonesia dan Asia Tenggara.
http://clio1673.blogspot.com/2013/01/perspektif-historiografi-indonesia-dan.html. (Diakses pada 7 Maret 2014).
The majority of states inside the U. S. require riders to get a motorcycle insurance policy. Two states – Florida, Washington – don‘t require it, although usually there are some exceptions in Florida. In case you live inside a state that doesn‘t require motorcycle insurance, you ought to still purchase a policy. Motorcycle insurance protects owners from incurring major costs that may be financially devastating. Motorcycle Insurance Requirements by State Almost all states inside the U. S. require owners to possess motorcycle insurance and that they must show evidence of insurance to register their motorcycle. You need to register your motorcycle to obtain a license plate, otherwise you may be driving illegally, which cost could be significant. With respect to the state a rider lives in and the policy, the price of their premiums could be well above or below the typical inside the U. S. From 50 states, motorcycle insurance is required in 47 the strategies although not every state requires a similar level of coverage. Each one has its own minimum requirements for bodily injury and property damage liability — the quantity a policyholder’s motorcycle insurance company will cover. In many states, motorcyclists have a minimum of $25, 000 in bodily injury protection per person and $50, 000 per accident, along with $10, 000 in property damage coverage. The three limits are commonly displayed with slashes : (25 / 50 / 10 ). For instance, the minimum coverage required inside the state of New York is 25 / 50 / 10 however the limits in Texas every policy should have are 30 / 60 / 25 ($30, 000 to the bodily injury or death of somebody in one accident ; $60, 000 inside an accident with two or even more people ; and $25, 000 of personal property coverage ). State Minimum Liability Required Alaska 50/100/25 Alabama 25/50/25 Arkansas 25/50/25 Arizona 15/30/10 California 15/30/5 Colorado 25/50/15 Connecticut 20/40/10 Delaware 15/30/10 Florida (Not required) Georgia 25/50/25 Hawaii 20/40/10 Idaho 25/50/15 Illinois 25/50/20 Indiana 25/50/10 Iowa 20/40/15 Kansas 25/50/10 Kentucky 25/50/10 Louisiana 15/30/25 Maine 50/100/25 Maryland 30/60/15 Massachusetts 20/40/5 Michigan 20/40/10 Minnesota 30/60/10 Mississippi 20/50/25 Missouri 25/50/10 Montana 25/50/20 Nebraska 25/50/25 New Hampshire 25/50/25 New Jersey 15/30/5 New Mexico 25/50/10 New York 25/50/10 Nevada 15/30/10 North Carolina 30/60/25 North Dakota 25/50/25 Ohio 25/50/25 Oklahoma 25/50/25 Oregon 25/50/20 Pennsylvania 15/30/5 Rhode Island 25/50/25 South Carolina 25/50/25 South Dakota 25/50/25 Tennessee 25/50/15 Texas 30/60/25 Utah 25/65/15 Vermont 20/50/10 Virginia 25/50/20 Washington (Not required) West Virginia 25/50/25 Wisconsin 25/50/10 Wyoming 25/50/20 *The bodily injury and property damage liability limits in the table are requirements as of September 2016. California Motorcycle Insurance Requirements Motorcycle riders in California should have bodily injury coverage of a minimum of $15, 000 per person and $30, 000 per accident, and property damage coverage of $5, 000 (15 / 30 / 5 ). These limits refer to private passenger vehicles driven on public roadways (not ATVs or dirt bikes ), but some vehicles are excluded. For instance, alterations in California law created three separate kinds of electric bicycles (that have a maximum speed of 28 miles each hour ) beginning in 2016, but those vehicles don‘t have to be registered in California, they don’t demand a license, and drivers need not prove financial responsibility. Having said that, the rules could be different in other states. Electric bicycles (or mopeds and scooters ) may need different laws and anyone who owns a motorcycle or similar vehicle needs to concentrate on them. It‘s their responsibility to follow them and meet the required requirements. The state of California also enables motorcycle riders to satisfy their financial responsibility in ways apart from motorcycle insurance. Set up of insurance, Californians will pay a cash deposit of $35, 000 towards the state’s department of motor vehicles, get yourself a DMV-issued certificate of self-insurance or obtain a surety bond for $35, 000 given by a company licensed to carry out business inside the state. Do You Need Motorcycle Insurance In Florida? No. Riders inside the state of Florida don‘t have to show evidence of insurance to register their motorcycle and they‘re not needed to purchase a motorcycle insurance policy. Riding a motorcycle without insurance is widely ill-advised, because people can potentially sue you for just about any damage or injuries you cause. Unless you‘ve unlimited funds and please don‘t mind parting with these, it is generally adviseable to possess coverage to manage your liability exposure. On surface of this, in case you frequently take your motorcycle out-of-state for road trips, there might be requirements in those states you will also need to follow. The only real exception in Florida is perfect for riders that have been charged inside a crash involving any injuries or certain motor vehicle violations. Florida state law requires those riders to purchase and will keep bodily injury and property damage liability protection for 3 years. Florida law doesn‘t need motorcycle riders to don helmets, so long as they‘re a minimum of 16 years of age. However, motorcycle riders must wear eye protection all of the time, whether they choose to don a helmet. Does Washington Require Motorcycle Insurance? No. The state of Washington doesn‘t need motorcycle riders to possess insurance. To legally ride a bike in Washington, riders only need to do to one among two things : Successfully complete a motorcycle safety course or pass a knowledge and riding skills test. Albeit motorcycle insurance Isn‘t required inside the state of Washington, It‘s highly recommended that riders purchase a policy. Remember, bike owners are liable for any injuries they could cause, along with any injuries others might sustain, whether That They‘d permission to ride a bike. Riders in Washington also should be mindful of where they‘re riding. if you are going for a scenic road trip to nearby states, remember that the requirements are different there. Idaho, Oregon and Canada all require motorcycle riders to become insured and driving in a among those places without coverage is against rules and regulation. Montana Motorcycle Insurance Requirements Yes. As of 2015, motorcycle riders in Montana should have a minimum of $25, 000 in bodily injury protection per person ($50, 000 per accident using more than one person ) and $20, 000 in personal property protection. A similar limits refer to all motor vehicles on public roads inside the state. Motorcycle Insurance And Learner’s Permits A similar local motorcycle insurance laws generally refer to new and fully licensed riders alike. Much like the method to obtain a driver’s license, some motorcyclists could be required to carry a temporary or learner’s permit before obtaining their full license. Those understanding how to ride a motorcycle in many states will a minimum of need to get a driver’s license, which requires a similar liability coverage. credit cards with cash back credit card reader credit card instant approval online apply credit card bad credit credit cards credit card selection online visa card pay with credit card credit card charges visa or mastercard credit card machine apply a credit card small business credit cards prepaid debit cards visa debit card mbna credit card credit card terminal card credit application credit card generator credit card balance credit card numbers credit card transfer credit card interest rates credit card interest gold card credit card online best rate credit cards credit card low interest visa card online online credit card how to aplly a credit card 0 interest credit cards debit card

0 Response to "Kongres Yogyakarta Tahun 1957"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel